Ambon, Wartamaluku.com – Perayaan HUT pahlawan nasional Thomas Matulessy alias Kapitan (panglima perang) Pattimura ke-202, Rabu (15/5) di Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, diwarnai pengukuhan Gubernur Maluku, Murad Ismail sebagai Upu Latu (pemangku adat tertinggi) di Maluku. Selain gubernur, wakil gubernur Maluku, Barnabas Orno juga menerima gelar adat Upu Pati Siwalima.
Pengukuhan di pusatkan di Lapangan Monumen Pattimura, dilakukan oleh Majelis Latupati (pemangku adat) Maluku yang ditandai dengan pemasangan kain bahu berwarna merah melambangkan tanggungjawab. Dilanjutkan dengan pemasangan kain ikat pinggang berwarna merah melambangkan kesiapan seorang pemimpin besar untuk siap tampil berjuang melaksanakan tugas dan panggilan untuk menyuarakan kepentingan masyarakat Maluku. Selanjutnya pemasangan topi adat kebesaran berwarna putih, melambangkan kesucian dan kebesaran, kehormatan, kewibawaan, kekuasaan dan kepemimpinan masyarakat adat Maluku. Dan penyerahan tongkat parenta kepada Upu Latu Siwalima melambangkan mempersatukan dalam kebersamaan guna melihat kepentingan serta kesejahteraan masyarakat adat Maluku.
Keputusan Majelis Latupati Provinsi Maluku Nomor 01/SK/ML/05/2019 tentang penganugerahan adat kepada gubernur dan wakil gubernur Maluku diberikan dengan tujuan kedua pimpinan daerah tersebut dapat melaksanakan perlindungan serta kesejahteraan bagi masyarakat adat siwalima khususnya di bumi Maluku yang dkenal dengan bumi raja-raja sesuai makna gelarnya.
Dalam sambutannya, gubernur menyampaikan ucapan terima kasih atas penganugerahan Gelar Upu Latu Maluku kepada dirinya.
“Semoga gelar ini bisa menjadikan Beta semakin Kabaressy untuk bangun Maluku,’’ kata gubernur.
Usai pengukuhan sebagai Upu Latu, dilanjutkan dengan Upacara peringatan HUT Pattimura dimana gubernur bertindak sebagai Inspektur upacara.
Prosesi peringatakan HUT dirangkaikan dengan peletakan Karangan Bunga oleh Upu Latu Upacara (gubernur Maluku) dan ahli waris di tugu Monumen Kapitan Pattimura. Kemudian dilanjutkan dengan penyerahan Obor Pattimura dari Camat Saparua, A. Pattiasina kepada Bupati Maluku tengah, Abua Tuasikal dari Gunung Saniri yang diarak para pemuda ke lapangan Pattimura sebagai lokasi perayaan yang dilatarbelakangi benteng Duurstede dan diaroma Pattimura untuk diserahkan kepada Upu Latu Upacara untuk dinyalakan ke obor induk dalam rangka perayaan HUT pahlawan nasional Kapitan Pattimura.
Sebagaimana diketahui, prosesi pembuatan obor Pattimura di Gunung Saniri sebagai tempat musyawarah sebelum Pattimura dan kawan-kawan menyerang Benteng Duurstede di Saparua sebagai tongkat perjuangan melawan kolonialisme penjajah Belanda pada 1817.
Hadir dalam peringatan HUT Pattimura dan Pengukuhan diantaranya Forkopimda Provinsi Maluku, Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal, Pimpinan Umat Beragama, Tokoh Adat, Tokoh Pemuda dan Tokoh Masyarakat.
Dalam sambutan Gubernur mengatakan, sejarah mencatat, bahwa begitu penting dan berharganya Maluku dalam peta Geo-Ekonomi dunia, maka Maluku merupakan daerah tujuan utama datangnya para penjajah di Nusantara dan menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang banyak dijajah oleh pelbagai bangsa di dunia dan memakan waktu paling lama, yaitu: Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Jepang.
Menyadari hak dan kedaulatan negerinya dirampas oleh penjajah Belanda saat itu, Kapitan Pattimura terpanggil jiwa patriotisnya untuk berjuang mempertahankan hak dan kedaulatan negerinya. Karena Pattimura adalah orang yang tahu dan mengerti akan hak-hak bangsanya, serta Pattimura punya visi besar untuk membangun bangsanya.
Gubernur menjelaskan, bahwasannya, tanah airnya yang terdiri dari gunung dan tanjung, laut yang membentang luas tempat hidup pelbagai Biota laut, hutan yang subur yang ditumbuhi pelbagai aneka Flora dan Fauna serta dihiasi oleh bau harum semerbak Cengkeh, Pala dan Fuly, bukan sekedar kekayaan, tetapi selain sebagai sumber kesejahteraan, juga merupakan simbol identitas kultural, serta simbol martabat dan kedaulatan negeri ini.
Olehnya itu, sebut gubernur, tak mengherankan jika para sejarawan mengatakan, perjuangan kapitan Pattimura adalah salah satu sumber inspirasi lahirnya pelbagai perlawanan dan perjuangan di pelbagai daerah di Indonesia untuk merebut dan mempertahankan kedaulatannya bangsanya.
Masih kata gubernur, Kapitan Pattimura alias Thomas Matulessy merupakan seorang laki-laki Kabaressi gagah berani yang rela berkorban untuk emansipasi (kebangkitan) harkat dan martabat bangsanya.
“202 tahun sudah perjuangan Pattimura, tetapi api perjuangannya selalu menyala. Dia telah mengajarkan kepada kita tentang makna dan arti penting menjadi seorang pejuang, bukan seorang pecundang. Pejuang yang rela mengorbankan seluruh jiwa raga untuk bangsanya, pejuang yang lebih mementingkan kepentingan bangsanya lebih dari kepentingan diri dan kelompoknya, pejuang yang selalu mau mengayomi, bukan sekedar mau diayomi, pejuang bukan mau dilayani tetapi melayani, pejuang yang yang berjiwa besar dan punya punya mimpi besar untuk bangsanya,” kata gubernur.
Gubernur juga mengingatkan tentang semangat patriotisme dan nasionalisme yang boleh dikatakan sedang berada di titik Nadir.
“Betapa nyaris, arus besar neo-liberalisme dan neo-kapitalisme telah melunturkan kabanggaan identitas kebudayaan kita sebagai orang Maluku dan bangsa Indonesia, dan bangga dengan menggunakan identitas orang lain,” ingatnya.
Bukan hanya itu, sebut gubernur, pergeseran nilai-nilai budaya juga punya dampak yang sangat signifikan terhadap rapuhnya ikatan-ikatan hidop orang basudara atau solidaritas sesama anak bangsa.
“Apalagi, dalam beberapa waktu terakhir, khususnya pada saat Pilpres dan Pileg 2019 ini hoax dan ujaran-ujaran kebencian bertebaran dengan bebas di media sosial, membuat kita terpolarisasi. Bukan hanya itu, politik identitas juga berdampak pada upaya mempertentangkan agama dan negara atau agama dan Pancasila. Karena bagi kita bangsa Indonesia, tidak ada pertentangan antara agama dan negara. Bahwasanya semua agama di Indonesia telah final menerima Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” ungkap gubernur.
Masih kata gubernur, secara lokal, pergeseran nilai-nilai budaya juga berdampak pada masih sering terjadinya konflik antar negeri atau kampung, seperti antara negeri Latu, Hualoy dan Tomalehu. “Padahal katong samua orang basudara.” ingatnya.
Olehnya itu, melalui momentum HUT Pattimura dirinya mengajak, gelorakan kembali jiwa kepahlawanan Kapitan Pattimura untuk berjuang dan berani berkorban untuk membangun daerah ini.
“Hilangkan egoisme dan primordialisme sempit berdasarkan kelompok, kampung dan agama serta perkuat spirit kebersamaan sesama orang basudara,”imbaunya.
Gubernur juga menegaskan bahwa, perjuangan saat ini bukan lagi melawan penjajah dengan parang, tombak atau senjata, tetapi perjuangan saat ini yaitu, bagaimana bangun dan kembangkan pertalian sejati sesama orang basudara untuk bakukele, Masohi dan Badati bangun Maluku yang maju dan sejahtera dan berdaulat.
“Sesuai tema HUT yaitu ”Kita Lestarikan Budaya Maluku Guna Memperkokoh Kehidupan Orang Basudara Bangun Maluku Yang Aman Dan Sejahtera,” tandasnya.