‘Skandal’ Zeth Sahuburua Terkait Kasus Tanah Suli

'Skandal' Zeth Sahuburua Terkait Kasus Tanah Suli

Ambon,Wartamaluku.com- SKANDAL Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua pada kasus tanah di Negeri Suli, kecamatan Salahutu, Pulau Ambon, Maluku Tengah yakni keluarga besar Frans Pattirane.
Diduga ada kerjasama Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua dengan Badan Pertanahan, Jaksa Negara Benny Guritno dan oknum masyarakat Suli yang menamakan dirinya pemilik sah atas tanah yang ditempati PT. PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara, sebanyak Rp4 miliar yang didepositokan di rekening milik BNI 46. Hal ini diungkap Advokat muda, Hellen Patirane kepada wartawan kamis 28/4/2016.

Menurut Hellen, keluarga besar Frans Patirane yang memiliki blush wet dati dan register dati diatas tanah Negeri Suli yang ada gas alam cairnya. Namun sebagian dari tanah tersebut telah dijual ke PT. PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara. Bahkan pihak PLN telah menyetor pembayaran tanah tersebut ke pihak BNI 46 sebanyak Rp4 miliar. Proses penyetoran sudah dilakukan sejak dua tahun lalu. Namun keluarga yang memiliki hak atas tanah tersebut belum mendapat haknya. “PT. PLN sudah membangun proyek sebagian itu diatas tanah Patirane, klien saya dan juga keluarga besar saya diatas tanah itu dua tahun lalu. Dan mereka sudah kucurkan dana pembayaran ke kami dua tahun lalu.

Uangnya itu ditabung di BNI 46. Tetapi selama dua tahun mereka tidak pernah membayar uang itu ke kita. Mereka perbungakan di BNI 46. Ini pelanggaran sebenarnya, uang yang seharusnya kita terima didepositokan,” kata Hellen kepada koran ini, kemarin. Kata Hellen, waktu dirinya ke Jakarta mengkonfirmasi hal tersebut ke Presiden lewat Menteri ESDM disarankan untuk mengkoordinasikan dengan pemda untuk yang terakhir kali.

Anehnya ketika dikoordinasikan, Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua menyampaikan bukan hak mereka untuk menerima pembayaran “Waktu kita koordinasikan dengan pak Etty, pak Etty ngomong bahwa katong bukan pung tanah, lalu antua bilang sudah-sudah kamong jang baku malawang, katong yang tahu. Jadi antua manfaatkan orang yang bukan pung tanah for halangi persoalan ini, padahal mereka tidak memiliki surat apapun. Sedangkan kita adalah pemilik tanah asli yang memiliki blush wet dati dan register dati,” tegasnya.

Hak kepemilikan, kata Hellen, itu diperkuat blush wet dati dan register dati, bahkan diatas tanah tersebut juga terdapat asrama Ringdam milik TNI AD yang dijual dari keluarga Patirane ke pemerintah. Selain itu tanah yang telah dibeli oleh PT PLN juga belum memiliki surat pelepasan hak, sebab yang berhak menyerahkannya ialah keluarga Patirane yang memiliki blush wet dati dan register dati. Karena terlalu luas, puluhan ribu hektar, papar Hellen, tanah tersebut sebagian itu didiami oleh warga Sulawesi Selatan (Buton) untuk menjaga.

Dan sampai sekarang ini semua warga termasuk pemerintah Suli tahu betul tanah tersebut milik keluarga besar Frans Patirane. “Nah, waktu saya konfirmasi ke pak Etty Sahuburua, pak Etty sampaikan bahwa dirinya telah kumpul pihak Patirane, PLN, orang Buton yang di Tulehu yang mendiami tanah itu, dan membicarakan. Kami heran, kenapa pak Etty tidak mengkonfirmasi kami, pemilik asli atas tanah itu.

Anehnya, pak Etty mengatakan bahwa kita bukan pemilik tanah. Saya sempat adu debat dengan pak Etty. Saya katakan kenapa pak Etty Sahuburua bisa memperkatakan itu. Kami yang pemilik asli. Pemilik asli adalah pemilik yang memiliki blush wet dati dan register dati. Itu keabsahan kepemilikan. “Jadi saya merasa keberatan dengan pernyataan pak Etty yang menyampaikan bahwa kita bukan pemilik tanah itu. Saya kasih dead line kepada pemda Maluku untuk segera menyelesaikan hak kami, kalau tidak saya akan menghadap KPK dan meminta KPK turun tangan untuk masalah ini,” ancamnya. Harusnya, ingat Hellen, sebagai seorang ahli hukum wakil gubernur Maluku harus memahami betul bahwa hukum tertinggi untuk tanah ialah blush wet dati dan register dati. “Nah, itu yang harus dibayar kepada kita, sebab kita ini pemilik sah dan punya surat-surat lengkap, kenapa dibayar ke orang lain. Sebab info yang kami dapati, bahwa sudah dibayar ke orang lain. Makanya saya menduga, ada permainan politik tingkat tinggi antara pak Etty, kepala badan pertanahan dan pihak jaksa negara Benny Guritno dan Daniel Patirane bersama Sitanala cs. Kenapa? Karena aturannya apa yang menjadi hak pemilik harus dibayar ke pemilik.

Status tanah sudah sah, dan kami itu punya tanah itu sudah dikuasai ribuan tahun,” kesalnya. Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua yang dikonfirmasi di sela-sela sosialisasi calon ketua umum partai Golkar di Swiss-belhotel, kemarin enggan berkomentar. Etty buru-buru turun ke tangga lift dengan alasan ingin mengawal Airlangga Hartarto menuju bandara. Padahal banyak wartawan yang hendak menanyakan berbagai persoalan yang sementara dihadapi partai Golkar baik di Maluku maupun di Kota Ambon. Diikuti ke bawah, namun Etty terus berupaya menghindar. (WM-04)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *