Ambon, Wartamaluku.com – Lembaga Kalesang Lingkungan (LKL) Provinsi Maluku menilai Balai Wilayah Sungai Maluku gagal mengeksekusi program dalam membangun Maluku.
Pasalnya, program yang dilakukan oleh Balai Sungai Maluku kurang menyentuh kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu, Lembaga Kalesang Lingkungan (LKL) Maluku meminta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono untuk mengevaluasi kinerja Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku, Haryono Utomo.
Sekretaris LKL Maluku, Yohanes Rawulunubun, menjelaskan beberapa tahun ini LKL dan BWS selalu berkolaborasi dan bermitra berkaitan dengan peringatan hari air dunia (world water day) tanggal 22 Maret 2017 di Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual serta tahun 2018 di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT).
Kegiatan hari air sedunia yang dilaksanakan, namun, tidak ada hasil yang signifikan bahkan tidak ditindaklanjuti guna pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama pada air bersih.
“Peringatan hari air sedunia yang digelar setiap tahun tetapi belum ada tindak lanjut. Padahal sudah jalan, BWS sudah lihat langsung kebutuhan warga dan bahkan ada permintaan pemda setempat, tetapi tidak ada realisasi hingga saat ini. Oleh sebab itu, kami minta Kementrian PUPR mengevaluasi kinerja BWS Maluku.” Ungkapnya kepada sejumlah media di Ambon, sabtu,29/12/2018.
Pada refleksi akhir tahun, kami berharap khusus untuk BWS Maluku jangan hanya membuat kegiatan – kegiatan seremoni saja tetapi lakukan program yang bisa menyentuh langsung ke masyarakat.
Selain itu, LSM LKL juga telah mengadukan beberapa kasus ke Direskrimsus Polda Maluku yakni kerusakan lingkungan, penambangan emas di Gunung Botak Kabupaten Buru, penambangan emas di Pulau Romang Kabupaten Maluku Barat Daya, dan Batu Cinnabar di Desa Luhu Kabupaten Seram Bagian Barat, juga ada laporan dugaan pencemaran lingkungan (tumpahan minyak Avtur) PT Pertamina Wayame Ambon bulan Oktober 2018.
Sementara menurut Koordinator LKL Maluku wilayah SBT, Abdul Samad Rumbalifar menambahkan, anggaran BWS Maluku yang diberikan oleh Kementrian PUPR itu sangat besar namun, selama beberapa tahun ini LKL membangun kemitraan mereka menilai BWS tidak maksimal dan transparan soal proyek yang dilaksanakan.
Salah satu contoh, di kota Bula kabupaten SBT ada proyek normalisasi sungai Wailola dengan nilai anggaran yang besar, karena hal tersebut merupakan persoalan lingkungan, maka LKL berharap kerjakan sesuai aturan dan tidak boleh by design dan menghormati proses tender.
Selain itu, mereka juga mendesak pihak BWS agar dalam penanganan program – program di Maluku tidak saja fokus pada sungai-sungai besar tetapi harus juga melihat kebutuhan air bersih di kampung-kampung.
“Terkait persoalan – persoalan itu, kami minta kepala BWS Maluku harus di evaluasi oleh Kementrian PUPR. Sebagai catatan apa yang kami sampaikan agar segera ditindaklanjuti. Jika tidak, kami akan turun jalan pertanyakan realisasi kerja BWS di Maluku. Sedangkan terkait proyek agar jangan seenaknya diatur tanpa proses tender, tetapi harus sesuai aturan.” Tuturnya.
Selain itu, kami berharap juga untuk Pemkab SBT dalam pengerjaan proyek utamakan dampak lingkungan.
“Untuk masalah air bersih di kota Bula kami harap juga jadi perhatian Pemkab. Kami selalu concern soal ini, tapi tindaklanjut Pemkab belum. Tidak tahu kendalanya apa. Karena ketika panas sebulan, warga sudah kesusahan air bersih. Demikian pula penanganan sampah di SBT juga tidak maksimal,” tandas Rumbalifar.
Sementara menurut wakil ketua LKL Maluku, M. Haris Kelilauw menilai upaya pembangunan infrastruktur air baku, air bersih dan air limbah yang merupakan salah satu unsur penopang pertumbuhan ekonomi belum merata di Maluku lebih khusus pada Pulau-pulau kecil dan terpencil.
Lanjutnya, terkait persoalan dampak lingkungan dirinya menilai sering diabaikan oleh pemerintah daerah, kabupaten/kota maupun pihak swasta. Padahal itu menjadi penting karena terkait masyarakat.
Oleh karena itu, LKL Maluku mengharapkan adanya komitmen dan konsistensi semua pihak untuk bekerja sama dalam upaya pelestarian lingkungan hidup serta pembangunan Maluku yang lebih sejahtera, termasuk BWS Maluku, Dinas PUPR Maluku dan kabupaten/kota, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Maluku juga kabupaten/kota serta balai konservasi sumber daya air maupun pihak lainnya.
“Sebab upaya pelestarian lingkungan hidup di Maluku memerlukan dukungan dan kerjasama baik lintas program dan lintas sektor, pemerintah, pihak swasta, serta organisasi masyarakat sipil sebagai bentuk tanggungjawab bersama untuk kesejahteraan masyarakat Maluku.” Ucapnya.
Sementara hal tersebut ketika dikonfirmasi kepada ketua LKL Costansius Kolatfeka mengatakan dirinya sangat mengapresiasi kinerja Lembaga yang dipimpinnya.
Dia mengakui karena adanya tugas negara yang harus diembaginya maka dirinya kurang fokus menjalankan lembaga LKL. Tetapi anggota DPRD ini sangat menyambut baik inisiatif dari rekan – rekan LKL karena, di akhir tahun ini LKL bisa mengevaluasi dinas badan bahkan BWS yang adalah perwakilan pusat di Maluku. (WM)