Ambon, Wartamaluku.com – Demi memperjuangkan hak PI 10 Persen dari blok Masela, Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Petrus Fatlolon mengandeng seluruh anggota DPRD KKT, untuk melakukan pertemuan bersama DPRD Provinsi Maluku.
Pertemuan yang berlangsung diruang rapat paripurna DPRD Maluku, Senin (15/03/2021), dipimpin langsung Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury.
Usai pertemuan, Bupati KKT, Petrus Fatlolon kepada wartawan, mengatakan pertemuan dimaksud untuk membicarakan pembagian PI 10 persen industri Migas, dalam satu konsep rumah Maluku.
“Jangan sampai ini dibawa kemana-mana, saya berharap ini kita bicarakan dalam satu konsep rumah Maluku. Kalau rumah Maluku berarti kita selesaikan di Ambon, tapi kalau tidak diselesaikan di Ambon tentu kita akhirnya lari ke Jakarta untuk menyampaikannya kepada pemerintah pusat,” ujarnya.
Dirinya percaya pimpinan dan anggota DPRD serta Gubernur punya kearifan dan kebijaksanaan yang tinggi akan memprioritaskan Tanimbar. Mengingat 100persen pembangunan LNG Masela ada di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, tidak ada di kabupaten/kota lain.
Karena itu, menurutnya porsi 5,6 persen dari PI 10 persen Blok Masela, bukan tanpa alasan, dan wajar karena sesuai tingkat resiko yang bisa saja terjadi. Supaya masyarakat tanimbar tidak menjadi penonton karena seluruh fasilitas ada di Tanimbar.
“Masa kita lihat barangnya ada disana sementara orang tanimbar diluar pagar, nangis dong kita. Yang utama bagi-bagi harus diberikan bagi tanimbar, soal naik turun, kurang tambah, itu normatif,” jelas dia.
Tapi, kata Fatlolon jangan 10 persen semua ke provinsi, pasti masyarakat KKT keberatan.
“Rakyat Tanimbar tentu menangis jika tidak mendapatkan 1 persen pun dari PI 10 persen blok masela,”cetusnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury mengatakan ada dua rekomendasi, yaitu meminta supaya DPRD memperjuangkan KKT sebagai daerah penghasil, dan menetapkan 6 persen dari PI 10 persen untuk dikelola Pemda KKT.
Terhadap semua, jelasnya perlu dikaji dengan baik, karena tidak mungkin mendengar pendapat dari satu pihak pemerintah dan DPRD, tetapi harus mengkaji dari sudut peraturan perundang-undangan, apakah memungkinkan KKT ditetapkan sebagai daerah pengahasil atau mendapatkan PI 6 persen dari 10 persen.
Karena bagaimanapun harus memiliki landasan yuridis untuk bisa mengambil satu keputusan, apalagi ini bukan persoalan sepeleh, persoalan yang sangat serius, karena berkaitan kewenangan wilayah yang melekat dalam sebuah kebijakan, di dalamnya terdapat kewenangan kabupaten, provinsi bahkan pusat.
“Terhadap hal-hal seperti ini kita mesti mengkaji dengan baik, kita mesti berkoordinasi dengan pak Gubernur, kita mesti koordinasi dejgan Kadis ESDM Maluku, Direktur MEA, dan pihak terkait lainnya, supaya apapun keputusan yang diambil sudah sesuai dengan kaidah dan normal hukum yang berlaku dalam satu proses pengelolaan PI 10 persen blok masela,” kata politikus PDI Perjuangan ini.
Tentu, kata Lucky masyarakat di KKT tidak boleh ditinggalkan karena bagaimananapun mereka adalah daerah terdampak Blok Masela.
Saat ini, menurutnya yang perlu dilakukan bagaimana menjaga supaya jangan sampai menjadi bola salju yang bergelinding tanpa tujuan.
“Kami minta waktu untuk mendiskusikan dengan baik. Karena harus dilandasi kajian hukum yang jelas, karena ini berkaitan seluruh keputusan memliki landasan hukum yang pasti,”tandasnya.
Terkait batas waktu yang ditetapkan 30 Maret, maka pihaknya akan langsung berkoordinasi dengan pihak terkait, sehingga dalam waktu cepat, dilakukan kajian dengan baik.
“Keputusan apapun yang diambil, dapat atau tidak itu sudah berdasarkan kajian sesuai landasan hukum,”pungkasnya.
Apalagi, ungkap Kader PDI Perjuangan Maluku itu, beberapa waktu kemarin dari MBD, dua organisasi kemasyarakat bertemu dengan dewan mempertanyakan bagaimana posisi mereka sebagai daerah terdampah untuk itu mesti hati-hati.
“Olehnya ini perlu dilakukan dengan baik, agar semua pihak merasa tidak dirugikan tetapi merasa memiliki blok masela, dan memiliki manfaat,” kata Wattimury. (**)