Keunikan Jalan Salib di Ambon Dengan Libatkan Orang Basudara

Ambon, Wartamaluku.com – Acara Jalan Salib dalam rangka memperingati wafatnya Isa Almasih, yang digelar di Kota Ambon, Jumat (30/3) lalu, berbeda dengan kegiatan yang sama, tahun-tahun sebelumnya. Kali ini ada keunikan tersendiri dibanding penyelenggaraannya di tahun-tahun sebelumnya.

“Jika tahun-tahun sebelumnya, acaranya ini hanya melibatkan umat Kristiani, maka tahun 2018 ini, pihak penyelenggara melibatkan para pemuda, dari remaja Masjid untuk mengamankan jalannya kegiatan tersebut dan ikut menampilkan atraksi seninya,” ujar Kepala Bagian Humas Pemerintah Provinsi Maluku Bobby Palapia di Ambon, Sabtu (31/3).

Menurut Palapia, acara yang melibatkan dua komunitas agama di Maluku seperti ini, yang memperkuat ikatan Hidup Orang Basudara di Maluku dan menegaskan daerah ini sebagai Laboratorium Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia.

“Keterlibatan para pemuda remaja masjid untuk ikut mengamankan kegiatan ini, menegaskan toleransi dengan falsafah Hidup Orang Basudara yang sangat kuat di daerah,” tandasnya.

Sebelumnya, saat pelepasan prosesi Jalan Salib, Jumat (30/3), Uskup Diosis Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagie menyampaikan terimakasih kepada pemerintah di daerah ini, yang dinilainya sangat mendukung kegiatan-kegiatan keagamaan. Baik itu pemerintah Provinsi Maluku, maupun pemerintah kabupaten kotanya.

“Ini merupakan keistimewaan kita di Indonesia, bahwa ada relasi baik  antara agama dengan pemerintah,” tandas Uskup.

Menurut dia, ada banyak pelajaran yang kita dapatkan dari pentas tentang Yesus Memikul Kayu Salib, menderita dan disalibkan kemudian wafat.

“Ada banyak pelajaran yang kita dapatkan dari peristiwa ini, tetapi dua hal yang ingin saya garis bawahi, yang pertama hiduplah sebagai orang benar, bertindak benar, bersikap benar dan berkata benar,” tandasnya.

Dalam arti ini, lanjut Uskup Mandagie, hiduplah sesuai dengan hati nurani anda. Tuhan bekerja lewat hati nurani. Hiduplah sesuai dengan aturan-aturan. Aturan pemerintah, aturan geraja, aturan agama. Jadi orang benar, bukan orang yang suka tipu-tipu, dusta-dusta, dengan ujaran-ujaran kebencian yang makin membahayakan dunia ini bukan hanya Indonesia.

“Hiduplah sebagai orang benar seperti yang ditunjukan oleh Yesus Kristus sendiri, Dia tampil sebagai orang benar, berkata benar, bertindak benar walaupun dengan resiko tersalib,” sebutnya.

Orang benar, kata Uskup Mandagie, memang resikonya tersalib. “Jadi bapak-bapak pejabat kalau mau jadi orang benar resikonya tersalib, siap untuk disalibkan. Kalau mau senang-senang yah masuk penjara saja. Tetapi seperti Yesus saja, hidup benar, berkata benar, balasannya dibangkitkan dan dimuliakan,” tuturnya.

Jadi kita, lanjut Uskup Mandagie,  harus hidup benar, dan dapat balasan di surga.

Yang kedua, tambah Uskup, dari dramatisasi Jalan Salib ini kita belajar, kalau ada masalah, jangan selesaikan dengan dendam, maupun balas dendam dan kekerasan. Yesus ada masalah dengan orang-orang Yahudi. Orang Yahudi ada masalah dengan Yesus. Orang Yahudi tidak setuju bahwa Yesus mengatakan diri Mesias.

“Yesus tentu tidak setuju dia dituduh sebagai orang yang menyamakan diri dengan Allah. Tetapi bagaimana penyelesaiannya? Orang Yahudi, menyelesaikan dengan kekerasan, dengan fitnah dengan dusta, dengan pukulan yang kita saksikan ini. cara menyelesaikan masalah hasilnya apa? Bukan perdamaian tetapi pertentangan dan perselisihan, hidup di dalam kegelapan,” bebernya.

Tapi bagaimana Yesus menyelesaiakan masalah? Menurut Uskup, dia mendengarkan, dia dialog. Ketika mereka mau tangkap Yesus, Yesus tanya apa yang kamu cari? Saat Petrus menghunus pedangnya dan Yesus berkata, sarungkan pedangmu, jangan dengan kekerasan.

“Saya lihat kalau di Maluku, orang menyelesaikan masalah dengan tawuran. Saya sudah sering menasehati, berkelahi-berkelahi padahal sesama kita, percaya pada Yesus tapi berkelahi, saling membakar, jangan. Selesaikan masalah dengan dialog, selesaikan dengan kelembutan. Itu kita belajar dari Yesus sendiri,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Walikota Ambon Richard Louhenapessy, dalam sambutannya yang dibacakan Sekretaris Kota Ambon A.G. Latuheru, dia memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan kegiatan yang sarat makna dan nilai-nilai keimanan umat Kristiani.

Kegiatan Jalan Salib Oikumene, disebutnya, merupakan agenda rutin yang dilaksanakan di Kota Ambon dalam rangka mengenang peristiwa sengsara dan wafat Yesus Kristus penebus dosa umat manusia.

‘’Kegiatan ini dilaksanakan agar umat Kristiani yang berada di Kota Ambon dapat turut meresapi penderitan Tuhan kita Yesus Kristus, mulai saat diserahkan untuk dihukum mati hingga wafat di atas Kayu Salib dan kemudian dimamkamkan,’’ ujarnya.

Dalam perjalanan yang penuh kesengsaraan itu, Louhenapessy katakan, tidak sekalipun Tuhan Yesus mengeluh, meski dipukul, dicambuk dan dihina, tetapi tetap dijalaninya dengan sabar dan tabah.

“Itu semua dilakukan demi menyelamatkan umat  manusia dari kebinasaan. Untuk itu, saya mengajak warga Kota Ambon yang hadir dan menyaksikan  prosesi dramatisasi Jalan salib Hidup Oikumene ini, untuk senantiasa meneladani keteladanan Yesus Kristus untuk senantiasa rela berkorban, mengesampingkan kepetningan pribadi dan mendahulukan kepentingan banyak orang,” tuturnya.

Dia juga berharap, kiranya peringatan terhadap pengorbanan Yesus Kristus di Kayu Salib akan turut menginspirasi dan memotivasi kita semua dalam membangun dan mwujudkan Ambon yang harmonis, sejahtera dan religius.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *