Gubernur Maluku Ikuti Rakor Virtual Pencegahan dan Pengendalian Covid-19

Ambon, Wartamaluku.com – Gubernur Maluku Murad Ismail mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) dalam rangka meningkatkan efektivitas pencegahan dan pengendalian Covid-19.

Rakor ini merupakan inisiasi Kemendagri secara virtual, yang dipusatkan di Gedung Sasana Bhakti Praja Gedung C Lantai 3 Kantor Pusat Kemendagri, Kamis, (27/8/2020).

Selain Gubernur Maluku Murad Ismail, Rakor yang dibuka Menko Polhukam Mahfud MD ini juga diikuti oleh Mendagri Tito Karnavian, Kepala Satgas Covid-19, Menkeu (Diwakili Dirjen Perimbangan Keuangan).

Kemudian, Ketua KPU RI Arif Budiman, Ketua TP PKK Tri Suswati, Ketua LKPP, Kepala BPKP, Kepala Bareskrim Polri, Jaksa Agung (diwakili Jamdatun), Ketua KPK RI (diwakili Wakil Ketua KPK), Ketua BPK RI (diwakili Anggota V BPK RI) danGubernur/Bupati/Walikota se-Indonesia.

Mendagri Muhammad Tito Karnavian dalam kesempatan itu menyampaikan, telah dilakukan rapat Komite Penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional dipimpin Presiden Joko Widodo.

Mengutip pernyataan Presiden, Tito menjelaskan, Indonesia dan negara lainnya di dunia sama-sama menghadapi penanganan Covid-19 kesehatan dan juga masalah ekonomi keuangan.

Maka ada dua stagas yang dibentuk. Keduanya tidak bisa dinafikan atau hanya mengutamakan masalah kesehatan tapi juga tidak bisa membuat ekonomi menjadi mati. Sebab ekonomi yang mati akan membuat kapasitas pembangunan dan kesehatan semakin menurun akibat tidak ada biaya lalu menimbulkan krisis sosial.

“Keduanya perlu diselamatkan. Keselamatan publik diutamakan, ekonomi juga tetap berjalan survive. Itulah yang diistilahkan Presiden dengan istilah Gas dan Rem. Gas mengacu pada pemulihan ekonomi nasional ketika situasi terkendali. Namun bila terjadi peningkatan penyebaran, maka harus di rem,” katanya.

Selain itu, Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan, substansi dari tujuan digelarnya Rakor ini sebagai tindak lanjut Perpres Nomor 18 Tahun 2020. Kemudian, Pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 18 Tahun 2020 menitikberatkan dua hal, yakni penanggulangan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Setelah itu, Presiden dan jajaran pemerintah membicarakan tentang kemungkinan istilah yang umum seperti new normal. Kita mulai mengajak masyarakat bergerak bahwa Covid-19 itu adalah fakta,”

Mahfud juga menjelaskan istilah menyeimbangkan Gas dan Rem. Ia menganalogikan, negara ibarat sebuah mobil yang memiliki rem, gas dan setir. Presiden dan pemerintah adalah setir negara menegakkan protokol kesehatan. Sementara Perpres Nomor 18 Tahun 2020 disusun dengan adanya Inpres Nomor 6 Tahun 2020 adalah remnya.

“Protokol kesehatan harus ditegakkan melalui disiplin persuasif. Itulah sebabnya, Presiden secara eksplisit menyebut PKK agar banyak berperan. Sebab, ibu-ibu diyakini lebih mudah bergerak untuk melakukan persuasif kepada masyarakat,” jelasnya.

Mahfud menambahkan, protokol kesehatan dapat ditegakkan melalui disiplin persuasif. Budaya lokal pun harus diperhatikan. Sebab, masyarakat yang tidak mengenakan masker ketika beraktifitas dalam kondisi pandemi saat ini, tidak diatur dalam Hukum Pidana.

“Orang yang tidak memakai masker, didalam hukum pidana tidak ada kata (Barang siapa yang tidak memakai masker didaerah Covid-19 dijatuhi hukuman pidana), tidak bisa!,” tambahnya.

Namun bagi Mahfud, ada alternatif lain menanggapi hal tersebut. Pemerintah bahkan sudah memerintahkan polisi dan pengadilan untuk menegakkan hukum, jika ada masyarakat yang melawan petugas. Berdasarkan UU, Perpres dan Inpres, Presiden pun telah meminta Polri/TNI membantu pemerintah.

“Kalau perlu melalui penegakan hukum dalam protokol kesehatan. Contohnya, kalau ada orang yang memaksa seperti ngambil mayat (Jenazah Covid-19), mempengaruhi orang lain agar tidak mempercayai Covid-19. Nah, disitulah pasal hukum pidana bisa dipakai. Sebab melawan petugas,” imbuhnya.

Atas dasar ini, bagi Mahfud, Kitab UU Hukum Pidana pada pasal 214, 216 dan 218 bisa dipakai. Pasal ini menjelaskan, barang siapa melawan pejabat yang sedang melaksanakan tugasnya, berdasarkan UU diancam hukuman pidana tergantung kapasitas.

“Disinilah kita bekerja. Tapi dalam situasi seperti ini, kita tidak perlu tegang. Namun disaat bersamaan tetap melakukan disiplin persuasif. Kalau ada kesempatan, Polri bisa menunjukkan, bila sudah ratusan orang diadilkan ke pengadilan dengan pasal Kitab UU Hukum Pidana maupun UU yang lain karena melanggar disiplin,” tuturnya. (**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *