Ambon,Wartamaluku.com – Pihak PT Gemala Borneo Utama (GBU) akhirnya buka suara menyikapi kekuatiran yang disampaikan oleh koalisi yang menamakan dirinya Save Romang Island yang meminta DPRD Maluku untuk memberikan perhatian serius terhadap kehadiran PT GBU di Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang dinilai akan merugikan masyarakat adat Pulau Romang.
Kepada wartawan di Ambon, Kepala Perwakilan PT GBU Maluku, Ghea Sinay mengatakan, apa yang disampaikan oleh teman-teman yang menamakan dirinya Save Romang Island adalah kekuatiran yang tidak mendasar dan bahkan kalau bias dikatakan itu adalah sebuah fitnahan, mengingat PT GBU sampai saat ini belum melakukan apa-apa di Pulau Romang. PT GBU masih melakukan explorasi sebagai uji sample.
Dikatakan, pihaknya (PT GBU) telah mengantongi ijin exploitasi namun belum dilakukan karena masih harus melakukan uji sample sesuai kebutuhan. “Kita di perusahan telah merekrut warga sekitar seratus orang lebih sesuai dengan keahlian. Kalau mau jujur justru kita ada toleransi dalam perekrutan karyawan dengan upah sesuai UMR“ jelasnya.
Diakuinya, banyak hal positif yang dilakukan perusahaan untuk masyarakat disana, hanya tidak tidak terkspos ke media. Karena itu, dirinya merasa apa yang disampaikan Save Romang Island tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.
“Saya sangat berterimaksih kepada pernyataan bijak Ketua DPRD Maluku yang meminta bukti daripada opini. Banyak hal yang telah kami lakukan terhadap masyarakat di Romang padahal sesuai UU maka dengan status kami masih uji sample maka kami belum punya kewajiban terhadap masyarakat, namun itu sudah kami lakukan sejak sekarang” tutupnya.
Sementara itu Pemantau Lingkungan Independen,Jusmi Putuhena menyayangkan statment yang diberikan Save Romang Island. Menurutnya, jika berbicara terkait dampak lingkungan yang diberikan dengan hadirnya PT Gemala Borneo Utama maka ada empat point penting,yakni dampak terhadap Geofisika, Biologi, Sosial Ekonomi dan Kesehatan. “Apa yang mau dibicarakan sekarang, sebab PT GBU belum berbuat apa-apa sehingga apa yang mau dikatakan terkait dampak tadi, terlalu dini jika bicara dampaknya sekarang” sebutnya.
Ditegaskan, PT GBU belum melakukan kegiatan eksploitasi atau produksi yang masih dilakukan adalah explorasi murni untuk penelitian dengan pengambilan sample per meternya. “Di lokasi hanya dilakukan adalah penelitian dengan pengambilan sample belum ada explorasi. Ini harus dibedakan agar dipahami dengan baik. Pengambilan sample itu dilakukan per meternya. Karena sangat penting uji sample dalam pertambangan”urainya. Menurut Putuhena, hingga saat ini PT GBU belum melakukan kegiatan apa-apa di Pulau Romang, sehingga yang ada sekarang di Pulau Romang adalah kondisi laut yang masih terjaga terubuk karangnya tanpa ada yang rusak.
Kalau di hutan belum ada yang dicemar bahkan masih asli hanya ada beberapa hewan hutan yang berpindah tempat karena kehadiran manusia dalam jumlah yang banyak. “Kita lakukan pemantauan itu tidak main-main karena ini demi kepentingan masyarakat dan saya katakan yang benar. Sample laut itu bukan hanya disatu tempat tapi kami lakukan di beberapa titik di Pulau Romang” ujarnya, sembari menambahkan pemantauan dilakukan enam bulan sekali namun bisa dipercepat jika ada laporan masyarakat atau pemberitaan media yang mesti ditindaklanjuti lebih lanjut. Ia mengakui jika Amdal telah dimiliki oleh PT GBU.
Karena itu jika saatnya dilakukan produksi dan tidak sesuai maka dirinya akan melakukan teguran secara terbuka. “Romang jangan disamakan dengan Gunung Botak di Pulau Buru. Bedanya sangat jauh karena Romang memiliki Amdal dan dipantau secara rutin oleh pemantau independen sedangkan di Buru tidak” akuinya.
Sementara itu, pemilik ulayat yang dipakai PT GBU, Thomas Johansz menyanyangkan peryataan Save Romang Island sehingga masyarakat harus jeli dalam menanggapi pemberitaan. “Masyarakat adat atau masyarakat Romang mana yang bicara atas nama masyarakat adat? Saya ini pemilik ulayat jangan bicara tanpa fakta” ujarnya melalui sambungan seluler kepada media, Kamis(8/9).
Dikatakannya, yang bicara gencar terkait keberadaan PT GBU di Pulau Romang adalah mereka yang bukan warga Romang yang tinggal dan menetap di Romang. Di sini di Desa Hila tidak ada masyarakat yang keberatan. “Siapa bilang tidak ada manfaat dengan kehadiran PT GBU di Romang khususnya masyarakat Desa Hila ? kita ini telah merasakan keuntungannya, banyak kalau harus katakan” akuinya.
Hal senada juga dikatakan anak adat Pulau Romang, Alfaris Ismail SH,MH menurutnya saat ini ada masalah yang telah terjadi dikalangan masyarakat di Pulau Romang. Sehingga Ia menyarankan agar biarlah masalah itu diselesaikan dulu dengan damai. “Saya sangat prihatin, karena sekarang saya tidak berada di Romang. Namun saya sebagai anak adat ingin agar seluruh persoalan di Romang diselasaikan dengan kekeluargaan dan saling menghargai” jelasnya melalui sambungan seluler. (WM-Mr)