Ambon, Wartamaluku.com – Ketua Tim II Pengawasan Covid DPRD Maluku, Azis Sangkala menilai bahwa anggaran refocusing Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kegiatan padat karya tunai yang dialokasikan sebesar Rp 23 miliar terlalu kecil untuk bisa menjawab kebutuhan masyarakat Maluku di masa pandemic Covid-19 ini.
Olehnya, DPRD dalam hal ini Tim II akan tetap mengawasi sejauhmana pemanfaatannya sampai ke masyarakat.
“Memang kami dewan agak kurang puas dengan hasil refocusing dana jaring pengaman sosial untuk padat karya tunai yang hanya mengalokasikan anggaran Rp23 miliar.
Tetapi karena itu sudah menjadi keputusan gugus tugas, kami akan mengawasi, kami hanya akan memastikan bahwa program itu sampai kepada masyarakat dan kemudian banyak masyarakat yang terberdayakan dan bisa bekerja dengan anggaran tersebut,” demikian kata Azis usai melakukan rapat Tim II bersama Dinas PU, Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Rabu (24/6/2020).
Dikatakan, anggaran sekecil itu tidak mungkin bisa menggairahkan ekonomi masyarakat yang terdampak covid-19.
Bayangkan untuk Kota Ambon saja tidak bisa kelihatan programnya, apalagi sampai ke 10 kabupaten/kota yang lain.
“Walaupun jujur kami harus katakan bahwa kami tidak puas karena anggarannya terlalu kecil untuk bisa menggairahkan ekonomi masyarakat yang terdampak covid.
Tetapi itu sudah keputusan gugus dan kami hanya akan mengawasi,” tandas Azis.
Lebih lanjut Azis katakan, Tim II akan tetap mendorong agar gugus tugas terus melakukan evaluasi secara efektif agar ada anggaran yang juga bisa dialokasikan bagi kabupaten/kota yang lain.
Sementara itu, Kepala Bappeda Provinsi Maluku, Anthon Lailossa mengatakan, yang menjadi titik fokus pembicaraan di DPRD adalah program padat karya.
Dan telah dijelaskan bahwa untuk pemberdayaan ekonomi yang didalamnya ada program padat karya itu ada dialokasikan pada 12 Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Dan tentunya OPD ini akan bergerak secara dinamis sesuai kebutuhan.
“Fokus kita adalah bagaimana masyarakat itu bisa tetap mendapatkan keuangan cukup pada saat terjadi goncangan atau shok pada saat covid ini,” jelas Lailossa.
Dikatakan, dalam pelaksanaannya OPD-OPD ini didampingi oleh pemeriksa keuangan sehingga tidak ada kata sama sekali tentang tidak transparan dan juga tidak tepat sasaran.
“Karena bukan saja pikiran dari sisi birokrasi tetapi juga pikiran dari para pemeriksa sehingga ketika program-program itu tidak tepat sasaran atau tidak sesuai pikiran normatif dari pemeriksa maka itu akan membahayakan kita dan itu yang kita tidak akan lakukan,” tandas Lailossa. (**)