Wattimury: Permintaan KKT Soal PI 10 Persen Bertentangan dengan Aturan Menteri ESDM

Ambon, Wartamaluku.com – Ketua DPRD Provinsi Maluku Lucky Wattimury menilai Permintaan Pemerintah dan DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) untuk menjadikan bumi Duan Lolat itu sebagai daerah penghasil dan permintaan 6 Persen dari PI 10 Persen dinilai bertentangan dengan aturan Menteri ESDM atau ketentuan lain Undang-Undang nomor 23 tentang pembagian keuangan.

“Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan karena tidak ada regulasi yang menjamin KKT sebagai daerah penghasil, demikian juga permintaan untuk mendapatkan 6 persen, tidak ada dasar hukumnya,” ungkap Wattimury kepada wartawan diruang kerjanya, Kamis (18/03/2021) usai melakukan rapat bersama dengan Kepala Dinas ESDM, Kepala Biro Hukum Setda Maluku dan Dirut PT Maluku Energi Abadi (MEA).

Dijelaskan, dalam ketentuan sudah sangat jelas mengisiaratkan bahwa pengelolaan PI telah diserahkan kepada pemerintah provinsi, karena letaknya Blok Masela sudah diatas 12 mil, merupakan kewenangan pusat, atas Presiden maka PI 10 persen diberikan kepada Pemerintah Provinsi Maluku.

“Karena itu, sepenuhnya menjadi kewenangan Pemprov Maluku. Sehingga apa yang dimintakan DPRD KKT, hari ini saya tegaskan itu suatu yang belum bisa dipenuhi,” tegasnya.

Pada prinsipnya, apa yang dilakukan Pemprov Maluku, sesuai dengan apa yang diatur dalam ketentuan perundangan-undangan.

“Jadi kita patuh pada ketentuan perundangan. Kalau seandainya ada perubahan perundangan, itupun kita lakukan kajian dengan baik,” ucapnya.

Dirinya juga mendapat informasi dari Jakarta bahwa dalam pertemuan Bupati KKT dengan Menkopolhukam dan salah satu Deputi bahwa bisa melakukan perubahan itu.

Jika demikian, maka harus mulai dari nol, padahal tahapan untuk memperoleh PI 10 persen telah sampai di tahap keenam dari 10 tahapan yang mesti diselesaikan.

Menurutnya, dari sisi kepentingan masyatakat, ada banyak yang sudah dibicarakan, misalnya dampak ekonomi, tenaga kerja, demikian juga penghasilan masyarakat berupa perkebunan sayur mayur atau lain-lain bisa ditata oleh pemerintah setempat memenuhi kebutuhan di Blok Masela.

“Oleh karena itu, saya tidak melihat apakah KKT sebagai daerah penghasil atau PI 6 persen kami tidak melihatnya, karena sudah bertentangan dengan ketentuan perundangan,”tukasnya.

Bahkan kata Wattimury, SKK migas, dan Menteri ESDM sudah menyatakan sikap bahwa regulasi yang dipegang, sehingga jangan menyulitkan dengan cara berpikir yang salah.

Terkait bagi hasil, pihaknya tetap akan mempertimbangkan keberadaan KKT sebagai daerah terdampak, demikian juga MBD.

“Oleh karena itu kita di DPRD Maluku pun sama tetap mslaksanakan seluruh tahapan sesuai ketentuan yang ada. Kita tidak mau melaksanakan hal-hal diluar ketentuan, karena dampaknya besar bagi pemerintahan maupun masyarakat di Maluku,” tandasnya. (**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *