Ambon, Wartamaluku.com – Gubernur Maluku Said Assagaff mengapresiasi, permohonan maaf empat (4) negeri Pela – Gandong
Amahusu, Hatalai, Tial dan Laha, terkait peristiwa Panas Pela – Gandong di Negeri Amahusu, Kota Ambon, Minggu (2/12/2018) lalu.
Gubernur Assagaff mengungkapkan, empat (4) negeri pela – gandong yakni Amahusu, Hatalai, Tial dan Laha atas peristiwa yang terjadi. Ketua Panitia (Panas Pela – Gandong) juga sudah minta maaf. Dan Pemerintah Provinsi Maluku pun meminta maaf, terkait hal-hal yang kurang berkenaan di tengah-temgah masyarakat.
“Dan mudah-mudahan kejadian ini tidak terulang lagi. Kehidupan antarbasudara kita kan sudah sangat kuat,” tutur Gubernur Assagaff usai pembacaan pernyataan sikap empat negeri adat yang diwakili oleh Ketua Panitia Panas Pela – Gandong, Meki Lohy, di Kediaman Gubernur Maluku, kawasan Mangga Dua Ambon, Rabu (12/12/2018) petang.
Pembacaan pernyataan sikap ini dilakukan, setelah digelar rapat bersama yang dihadiri pimpinan empat negeri adat tersebut, dan sejumlah pemuka agama antara lain Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku Abdullah Latuapo, Uskup Amboina Petrus Kanisius Mandagi, Sekretaris Umum Sinode Gereja Protestan Maluku Elifas Maspaitela, Ketua Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi) Provinsi Maluku Wilhelmus Jauwerissa, Ketua PWNU Maluku Karnusa Serang, Ketua Pimpinan Wilayah Muhamadyah Maluku Abdul Haji Latua, dan wakil Kanwil Kementerian Agama Provinsi Maluku Ridwan Bugis.
“Kita tadi sama-sama mencari solusi, dan Alhamdulilah bisa mendapat satu kesamaan pendapat, yaitu panitia panas pela gandong – gandong dan empat raja menyampaikan permohonan maaf dan kekeliruan yang mereka lakukan dalam acara itu. Mereka juga berjanji bahwa ke depan tidak lagi terulang kembali kekeliruan serupa,” ungkap Ketua MUI Maluku, Abdullah Latuapo, terkait pertemuan yang dimediasi Gubernur Assagaff tersebut.
Dia lantas mengimbau, semua elemen masyarakat Maluku, untuk sama-sama menjaga keamanan, kedamaian, dan ketenangan, karena itu tujuan serta cita-cita kita.
“Apalagi kita selaku orang basudara, terutama menghadapi tahun-tahun politik. Kita semua bersepakat, semua tokoh agama, tokoh masyarakat, semua elemen masyaratakat mari kita punya tekad yang satu bagaimana kita bisa menjaga keamanan dan kedamaian daerah ini,” ujar Latuapo
Berikut, bunyi Pernyataan Sikap keempat negeri adat Amahusu, Hatalai, Tial dan Laha, yang dibacakan oleh Ketua Panitia Panas Pela Meki Lohy.
Pernyataan Sikap dan permohonan maaf Negeri Pela Gandong Amahusu-Hatalai-Tial dan laha.
Kami masyarakat Pela-Gandong Amahusu, Hatalai, Tial dan Laha dengan ini menyatakan bersama-sama bahwa kami memelihara hubungan Pela – Gandong ini atas janji adat yang telah diikat sejak zaman nenek moyang sebagai suatu warisan luhur bagi anak cucu.
Bahwa dalam hal ini, kami wajib saling mendukung, menghormati, memghargai dan membantu dalam segala hal terutama pembangunan negeri dan sumber daya manusia demi kemaslahatan bersama.
Sebab itu, acara Panas Pela-Gandong Amahusu, Hatalai, Tial dan Laha yang dilaksanakan pada tanggal 2 Desember lalu adalah acara adat yang bertujuan memperkuat relasi persaudaraan dan membangun nilai perdamaian sebagai nilai bersama untuk untuk memperhuat hubungan antar masyarakat dan antar agama di Negeri Raja-Raja.
Bahwa acara adat Panas Pela -Gandong itu juga menjadi bukti implementasi Maluku sebagai Laboratorium Perdamaian antar agama yang telah kita deklarasikan bersama dan kita bangun selama ini dengan menggunakan nilai-nilai kearifan budaya local masyarakat di Maluku, salah satunya adalah Pela-Gandong termasuk di antara Negeri Salam-Sarane.
Jika dalam pelaksanaannya pada tanggal 2 Desember lalu itu ada penggunaan symbol-simbol agama yang menyinggung terutama basudara Salam-Sarane, maka dalam kebesaran hati sebagai Masyarakat Pela-Gandong kami mohon maaf serta tidak akan mengulanginya di waktu-waktu mendatang.
Kami berjanji bahwa kami akan terus memelihara ikatan Pela-Gandong ini serta mengajak semua masyarakat adat di maluku terus melestarikan ikatan hidop orang basudara, pela-gandong, ain ni ain, kakawai, kidabela, kalwedo sebagai perekat dalam relasi antar masyarakat dan antar agama yang lahir dari bumi Maluku.
Atas nama Masyarakat Pela Gandong Amahusu, Hatalai, Tial dan Laha. Tertanda Raja Negeri Amahusu, Mesak Silooy, Pejabat Raja Negeri Tial Jamal Tuarita, Ketua Saniri Negeri Hatalai Rony Kastanya, Raja Negeri Laha Said Laturua.