Ambon, Wartamaluku.com – PERKARA Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilakukan Hendry Lokwatty (HL), 45, warga RT 000/RW 002 Haruhun, Karang Panjang, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Provinsi Maluku, terhadap istrinya, JO,36, hingga kini belum diseriusi penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Kepolisian Resort Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease sejak dilakukan penyelidikan perkara ini pada 11 Juni 2018 silam.
Pihak penyidik Kejaksaan Negeri Ambon tengah menanti penyerahan tahap kedua dari unit PPA Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, akan tetapi pelaku masih dibiarkan bebas berkeliaran dan tengah berselingkuh dengan rekan kerjanya di PT Telkomsel Ambon, Jalan Paradise Tengah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
’’Selaku kuasa hukum JO, kami berharap pihak PPA Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease dapat secepatnya menyerahkan berkas tersangka dan barang bukti ke penyidik Kejari Ambon,’’ harap Abner Nuniary, salah satu kuasa hukum korban kepada pers di Ambon, Sabtu (10/11).
Abner mengungkapkan akibat tidak ditahannya pelaku menyebabkan korban bertanya-tanya tentang keseriusan penyidik Unit PPA Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease menyeriusi penanganan perkara KDRT ini. ’’Klien kami terus bertanya-tanya kapan berkas tersangka dilimpahkan ke kejaksaan, sebab seluruh saksi-saksi termasuk korban (JO) sudah memberikan keterangan secara lengkap kepada penyidik unit PPA Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, ’’ ujar Abner.
Untuk diketahui perkara KDRT bukan baru pertama kali dialami JO dari suaminya, HL. Setelah menikah pada 14 Februari 2001, JO dan HL terus cekcok karena HL doyan selingkuh. Setelah kedoknya diketahui, bukannya insyaf, justru HL kian menjadi-jadi dengan selingkuhannya dan melakukan KDRT terhadap JO, istri sahnya, yang telah memberikannya tiga putra masing-masing Adhyaksa, 17, Juliand, 13, dan Julio, 13.
Pada awal 2004 tanpa sengaja JO berhasil memergoki HL tengah berjalan berpelukan mesra dengan perempuan lain (WIL-nya) berinisial FH, janda anak dua. Namun sayangnya ketika JO mencegat dan menanyakan dari mana saja suaminya (pelaku) selama ini, justru bukannya dilindungi, tetapi malahan JO yang dipukuli dan ditendang tanpa rasa cinta oleh suaminya seakan-akan JO bukan istri sahnya pelaku.
Pada saat korban mengandung sampai dengan melahirkan ketiga mereka, pelaku kerap mencari-cari alasan dan tak jarang pelaku memukuli istrinya (korban) tanpa ada penyebab utama di balik hal-hal mengada-ada yang selalu diungkit pelaku, hal mana pelaku terus-menerus menuding istrinya suka berselingkuh melalui komunikasi per telepon seluler (ponsel), baik dengan pasien maupun dengan keluarga pasien. Padahal tuduhan itu merupakan siasat licik pelaku untuk menutupi sandiwara perselingkuhannya dengan FH, WIL-nya yang merupakan teman kerja pelaku di PT Telkomsel Ambon.
Percekcokkan dashyat kembali terjadi pada 2006 yang mengakibatkan HL memukuli dan menganiaya JO sehingga nyaris nyawa istrinya tidak dapat tertolong lagi karena korban mencoba bunuh diri dengan menegak beragam jenis obat-obatan. Namun ayah korban, BO, dengan sigap melarikan JO ke rumah sakit Sumber Hidup (eks Rumah Sakit GPM) dan JO masih diperkenankan hidup oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sampai dengan saat ini.
Menjelang kematian ayah JO (BO) pada 2015, JO kembali mengalami KDRT yang begitu brutal hanya lantaran JO menanyakan hendak ke mana dan dengan siapa suaminya (pelaku) akan berangkat tugas ke luar daerah. Pada saat itu JO dipukuli di bagian kepala dan ditendang di bagian perut, paha dan kaki secara biadab oleh suaminya. Ironisnya, saat itu juga JO nyaris saja dibacok suaminya dengan sebilah samurai (senjata khas orang Jepang) peninggalan ayah JO yang selama ini tersimpan rapi di lemari pakaian. Namun ibu JO, Sukarti, langsung memeluk anaknya (korban) seraya menyerukan kepada pelaku (HL):’’Jangan ose bunuh beta pung anak, kalau ose mau bunuh beta saja’’, sehingga HL tidak sampai melakukan niatnya.
Meski tengah berselingkuh dan kedapatan telah hidup bersama di kos-kosan dengan WILnya, akan tetapi HL dengan tanpa izin menyadap seluruh hasil percakapan JO dengan pasien-pasien atau dengan teman-teman kerja korban. Mirisnya lagi JO seringkali dicaci maki dan disebut ’’Perempuan Lonte’’ oleh suaminya (pelaku) bukan saja di dalam rumah, tetapi juga di depan teman-teman kerja JO atau di tempat keramaian umum, sehingga JO merasa malu. ’’Rasa malu itu hanya bisa dipendam saya di dalam hati paling dalam,’’ ucap JO.
Puncaknya pada Jumat, 8 Juni 2018, sekitar pukul 19.30 (jam 7.30 malam), korban mengalami KDRT dari suaminya, dan sedihnya lagi, pelaku merusakkan dan membanting handphone milik JO yang selama ini digunakan korban untuk mengakses data dan informasi di internet mengenai tugas-tugas keperawatan di rumah sakit.
Setelah dilaporkan ke unit PPA Mapolres Pulau-pulau Ambon, pada 11 Juni 2018, pelaku dipanggil dan dikenakan wajib lapor, bahkan HL sempat ditahan selama sehari sebelum diduga ada tekanan dan campur tangan dari oknum pejabat kepolisian tertentu untuk membebaskan pelaku.
Seminggu setelah pelaku menjalani wajib lapor di Unit PPA Mapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, tanpa sengaja setelah berdoa dan bangun tidur kemudian hendak berdinas, JO menangkap basah suaminya (pelaku) dan WIL-nya tengah berciuman mesra (cipika-cipiku) di dalam mobil Honda DE 1510 milik JO persis di depan pusat perbelanjaan Planet 2000 kawasan Urimessing, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.