Percepatan Pembangunan Infrastruktur, Kementerian PUPR – Kejagung Tandatangan MoU

Ambon, Wartamaluku.com – Dalam rangka percepatan akselerasi pembangunan infrastruktur di wilayah Indonesia Timur, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pengawalan dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (P4).

Rakor yang bertemakan “Bangun Sinergi Untuk Negeri, Infrastruktur Handal, Indonesia Maju” itu dipusatkan di Hotel The Natsepa, Suli, Maluku Tengah, Senin (23/9/2019).

Sebelum Rakor berlangsung, acara diawali dengan penandatangan kerjasama antara Tim Pengamanan Pemerintahan dan Pembagunan Daerah (TP4D) di delapan Kejaksaan Tinggi (Kejati) wilayah Indonesia Timur dengan 58 Kepala UPT/Balai Besar/Satuan Kerja (Satker) Kementerian PUPR pada 10 provinsi di wilayah Kepulauan Maluku, Sulawesi dan Papua.

Gubernur Maluku Irjen Pol. (Purn) Drs. Murad Ismail, Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung RI Jan S. Maringka, dan Inspektur Jenderal Kementerian PUPR RI Widiarto, turut menyaksikan penandatangan kerjasama tersebut.

Penandatangan kerjasama itu menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2015, yang merupakan langkah strategis untuk meningkatkan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi di instansi pemerintahan.

Dalam sambutannya, Gubernur menyampaikan apresiasi kepada Kementerian PUPR yang telah menyelenggarakan kegiatan Rakor P4 di Provinsi Maluku.

“Itu artinya, bapak memiliki kepedulian yang tinggi terhadap proses pembangunan pekerjaan umum dan perumahan rakyat di Provinsi Maluku,” ungkap Gubernur.

Dikatakan, tugas utama TP4 diantaranya untuk mengawal, mengamankan, dan mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan melalui upaya-upaya pencegahan atau preventif dan persuasif, serta dapat memberikan pendampingan hukum dalam setiap tahapan program pembangunan dari awal sampai akhir.

Hal ini, kata Gubernur, perlu dilakukan mengingat bahwa hingga kini, kecenderungan masih terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan proyek pemerintahan dan pembangunan, terutama pada proyek PUPR yang menyebabkan Aparatur Sipil Negara atau pihak ketiga selaku pelaksana proyek, seringkali harus berurusan dengan hukum.

Disamping itu, tidak dapat kita pungkiri bahwa sampai saat ini muncul fenomena adanya keengganan dari para pengelola keuangan dan pejabat pengadaan barang dan jasa, baik Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) maupun Bendahara, terutama di jajaran Kementerian PUPR karena adanya intervensi, intimidasi, ketakutan atau keragu-raguan mengambil keputusan.

Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pembangunan, karena kekhawatiran terjerat kasus yang berimplikasi pidana, atau berdampak pada rendahnya penyerapan anggaran, hingga tersendatnya proses pembangunan.

Untuk itu, ujar Gubernur, Rakor di lingkup Kementerian PUPR menjadi momentum strategis, untuk membangun kesepahaman berpikir serta komitmen untuk melaksanakan proses pembangunan yang berdasarkan aturan dan ketaatan pada hukum yang berlaku.

“Saya berharap agar TP4 yang telah dibentuk sesuai tingkatannya itu, dapat proaktif untuk membangun koordinasi, komunikasi serta melakukan fasilitasi bersama dengan seluruh instansi pemerintahan, guna melakukan tugas pengawalan dan pengamanan sehingga proses pengadaan barang dan jasa dalam proyek pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan dengan baik,” tandas Gubernur.

Mantan Dankor Brimob Polri ini menitipkan catatan kepada Inspektur Jenderal Kementerian PUPR, khususnya UPT Kementerian di wilayah Indonesia Timur, khususnya di Maluku. Gubernur minta agar ada regulasi yang juga memprioritaskan pengusaha daerah dalam proyek APBN.

“Kami minta regulasi yang dibuat, jangan menjadikan orang daerah tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.

Dia mencontohkan, ada beberapa proyek yang biasanya digabung menjadi satu, sehingga nilanya menjadi besar. Kondisi ini kerap membuat kontraktor daerah itu tidak bisa berpartisipasi mengerjakan proyek-proyek APBN di daerah.

“Perlu ada regulasi yang tidak menjadi penonton di negeri sendiri,” ujarnya.

Pos terkait