Pemprov Maluku Minta Polda Harus Tuntaskan Kasus Gunung Botak

Ambon, Wartamaluku.com – Pemeritah Provinsi (Pemprov) Maluku yang diwakili Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Polda Maluku untuk segera menuntaskan kasus Gunung Botak dan Gogrea di Kabupaten Buru. Desakan penuntasan kasus ini dilakukan lantaran kasus ini mengendap sejak dilaporkan Pemerintah Provinsi Maluku melalui Dinas ESDM Provinsi Maluku pada 10 Mei 2017.

Melalui surat pengaduan yang yang ditandatangani Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), yang ditujukan kepada Kapolda Maluku, Pemprov Maluku meminta Polda Maluku agar segera melanjutkan proses hukum terkait kasus PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) sekaligus dugaan penyalahgunaan merkuri dan sianida secara illegal di wilayah Gunung Botak dan Gogrea, Kabupaten Buru.

Sebelumnya pada 6 Mei 2015, Gubernur Maluku telah mengeluarkan keputusan melarang PETI di wilayah Gunung Botak dan Gogrea. Larangan tersebut diperkuat keputusan lain yang terkait; keputusan nomor 411, 412, 413, 414 dan 415 tahun 2016. Kementerian ESDM juga memperkuat larangan gubernur dengan suratnya di bulan April 2017.

Atas dasar larangan 6 Mei 2015, aparat gabungan POLRI, TNI dan dinas terkait, mengamakan tempat tersebut, namun masyarakat dan berbagai pihak kembali melakukan aksi penambangan liar setelah  aparat meninggalkan tempat. Pihak masyarakat beralasan, telah ada lima Keputusan Bupati Buru tahun 2014 yang mengizinkan masyarakat untuk melakukan penambangan.

Seharusnya dengan keluarnya Keputusan Gubernur terkait di tahun 2015 dan tahun 2016, dengan sendirinya Keputusan Bupati Buru (pejabat setingkat di bawah gubernur), yang telah memberikan izin penambangan, gugur atau tidak lagi memiliki kekuatan hukum.

LATAKA DAN WAEL
Secara khusus Pemprov Maluku mengadukan pengusaha Mansur Lataka  dan Anggota DPRD Kabupaten Buru, Mansur Wael, keduanya beralamat di Namlea, yang diduga kuat menjadi penanggung jawab atas kegiatan penambangan liar di sekitar Gunung Botak dan Gogrea.

Lataka dan Wael termasuk kelompoknya, diduga kuat melakukan penambangan liar di kawasan terkait, sejak awal 2016 atau  setidaknya pada 2016 hingga April 2017. Lataka dan Wael juga diduga kuat mempengaruhi masyarakat  bahwa keputusan larangan penambangan dari Gubernur Maluku tahun 2015 dan 2016, tidak sah. Sebaliknya, Keputusan Bupati tahun 2014 yang membolehkan masyarakat melakukan penambangan, masih sah.

Lataka dan Wael termasuk kelompoknya diduga menggunakan lembaga  konsorsium Koperasi Produksi Izin Pertambangan Rakyat Lea Bumi dan  Himpunan Koperasi Masyarakat Buru Adat Petuanan Kaiely Kabupaten Buru untuk menyakinkan masyarakat atas kebohongan tentang produk  hukum daerah yang telah dicabut.

“Kami memohon kepada Polda Maluku agar dapat menindaklanjuti penyidikan kasus ini demi tegakknya hukum dan keadilan. Kami percaya Polda Maluku dapat menuntaskannya, ungkap Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku, Martha Nanlohy.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *