Ambon, Wartamaluku.com – Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyebutkan, para pahlawan di negeri ini, membuktikan kepada kita, bahwa kepahlawanan mereka, terutama karena keteladanan dan sikap rela berkorban.
Pernyataan tersebut disampaikan Mensos, dalam amanat tertulisnya, dibacakan Staf Ahli Gubernur Maluku Bidang Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Ronny Sam Wolter Tairas, pada peringatan Hari Pahlawan 10 November di Ambon, Jumat (10/11).
“Republik Indonesia yang berdiri atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa ini, dapat kita terus nikmati kemerdekaannya karena para pahlawan pendahulu kita mengajarkan kepada kita keteladanan akan rela berkorban,” ujar Mensos Khofifah.
Dia menyebutkan, Bung Karno mengingatkan berkali-kali dalam berbagai pidatonya, bahwa kehidupan bernegara Republik Indonesia ini hanya bisa terwujud dan menjadi lebih baik dan maju kalau kita semua mau berkorban, mau memberi dan mau mengabdikan hidup untuk merawatnya! Kalangan ulama sufi, menurut Mensos, mengajarkan mutiara kebijaksanaan, bahwa jalan membangun ketaqwaan dan hidup berkah di bawah lindungan Allah SWT, adalah dengan meluruhkan ego personal dan kepentingan kelompok untuk meleburkan kita dalam tarian pengabdian kepada Sang Khalik bersama dengan semesta alam.
“Saudara-saudara sekalian, bukan sebuah kebetulan tanpa penghayatan dan pemikiran yang mendalam, ketika para pendiri republik menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Sila Pertama,” imbuhnya.
Mengingat, lanjut Mensos, bahwa hanya dengan hadirnya spiritualitas di dalam jiwa sebuah masyarakat, dengan iman kepada Allah Yang Maha Kuasa, tiap-tiap orang rela mengorbankan dan memberi hidup dan jiwanya untuk tujuan kehidupan bersama. Menurut Mensos Khofifah, demikianlah yang kita dapat pelajari dalam momen Peristiwa 10 November 1945. Inilah yang menjadi penjelasan ketika Bung Tomo meneriakkan pekik yang membakar semangat juang yaitu, Allahu Akbar.
“Demikian pulalah yang membuat KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, setelah ditanya oleh Bung Karno, bagaimana hukum dan posisi ummat Islam dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah soliditas dan solidaritas kebangsaan dari seluruh rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya,” ungkapnya.
Dalam semangat cinta tanah air, menjaga pusparagamnya dan kebhinekaan kita, Mensos katakan, para pendiri republik dan pahlawan pendahulu menuangkan sumbangan terbaiknya kepada kita semua. Pada 28 Oktober 1928, lanjut Mensos, seluruh pemuda Indonesia meluluhkan ego-ego kedaerahan, kelompok, ras dan golongan untuk menyatakan dan berikrar sebagai satu tanah air Indonesia, bangsa Indonesia dan bahasa Indonesia.
Dia katakan, ikrar kebangsaan inilah yang memberi spirit pengorbanan persatuan wanita Indonesia melalui Kongres Wanita Indonesia tahun 1928, selaras dengan perjuangan RA Kartini untuk memberi pendidikan modern dan kebangsaan bagi rakyat Nusantara sebelum Sumpah Pemuda dicetuskan.
Ikrar kebangsaan Indonesia inilah, terang Mensos, yang memberi semangat pada pemuda Wage Rudolf Supratman untuk memperdengarkan pertama kalinya sebuah lagu yang selanjutnya menjadi lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam pertemuan Sumpah Pemuda 1928. Begitu juga, lanjut Mensos, kesadaran ke-lndonesiaan ini pula, yang menggerakkan seorang keturunan Tionghoa bernama Kwee Kek Beng yang menjadi pemimpin redaksi koran Sin Po. Pada saat kepemimpinan beliaulah Koran Sin Po menjadi koran pertama yang berani memuat teks lagu Indonesia Raya meskipun harus berhadapan dengan ancaman kolonial Belanda.
“Keteladanan untuk membangun kebersamaan dan persatuan yang melampaui partikularitas ini pula-yang menggerakkan Pemuda Kristen asal Ambon bernama Johannes Leimena untuk mengkonsolidasikan para pemuda Kristen lainnya, meninggalkan partikularitas-menjadi satu-menjadi bagian dari Bangsa Indonesia,” papar Mensos Khofifah.
Semangat rela berkorban ini pula, disebut Mensos, yang menggerakkan KH. Wahab Hasbullah pada tahun 1934 melahirkan syair menggetarkan Yaa ahla Wathan (wahai patriot bangsa) yang dengan karya seni ini beliau mengisyaratkan sebuah fatwa penting bahwa kecintaan terhadap tanah air Indonesia adalah bagian dari iman!
“Dan selanjutnya pada peristiwa Pertempuran 10 November, inspirasi dari RA Kartini, ikrar Sumpah Pemuda, lagu kebangsaan Indonesia Raya, keberanian dari Kwee Kek Beng, komitmen dari Johannes Leimena, Syair Yaa ahlal Wathan dan berbagai karya cipta yang menggerakkan ruh pendahulu kita, berperan besar sebagai penanda estetik-heroik, sebagai energi penggerak Arek-Arek Suroboyo yang dibantu dengan semangat solidaritas dan bela rasa oleh seluruh Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia,” beber Mensos.
Lantaran itu, Khofifah menyebut, riwayat negeri kita Republik Indonesia menorehkan banyak sekali teladan tentang semangat untuk memberi dan semangat untuk berkorban menjaga persatuan Indonesia.
Dia lantas mengajak kita, untuk memanggil memori kita, pada saat fajar kemerdekaan Indonesia, di 18 agustus 1945, ketika para pendiri republik dari golongan islam yakni KH Wahid hasjim, Kasman Singodimejo, ki Bagoes Hadikusumo dan Tengkoe Muhammad Hassan bersama dengan Muhammad hatta memberikan sumbagan besar bangi bangsa ini yakni menghapus tujuh kata “Dengan menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dan merubah Sila pertama menjadi ketuhanan yang maha esa” dengan lapang hati.(WM)