Ambon, Wartamaluku.com – Gubernur Maluku, Irjen Pol. Drs. Murad Ismail menegaskan, peran masyarakat penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban di masing-masing daerah termasuk di Provinsi Maluku.
Hal ini disampaikan gubernur dalam sambutannya saat membuka dengan resmi Rapat Koordinasi (Rakor) Membahas Penanganan Konflik Sosial di Provinsi Maluku, yang berlangsung di Swissbel Hotel, Ambon, Kamis (29/8/2019).
Hadir dalam acara rakor, Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Konflik dan Keamanan Transportasi Kemenko Polhukam, Irjen Pol. Drs. Bambang Sugeng, SH, MH, bupati/walikota se-Provinsi Maluku, Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Maluku, Kakanwil BPN Provinsi Maluku, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Menurut mantan Komandan Korps Brimob Polri ini, masalah keamanan bukan semata-mata tanggung jawab aparat TNI/Polri dan Pemerintah, tapi peran serta masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam menjaga ketertiban dan kenyamanan dalam masyarakat.
Olehnya itu, Rakor ini sangat tepat dilaksanakan sebagai langkah pencegahan sebelum terjadinya konflik di kalangan masyarakat, khususnya di Provinsi Maluku.
“Saya mengapresiasi kegiatan ini sebagai wujud kecintaan dan tanggung jawab kita sebagai aparatur Pemerintah bersama masyarakat, guna menciptakan ketahanan nasional yang tangguh, khususnya dalam rangka menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dari luar maupun dari dalam, baik langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan eksistensi negara,” kata gubernur.
Dikatakan, dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, sering disuguhkan dengan berbagai macam dinamika sosial. Salah satunya adalah terjadinya konflik baik antar warga masyarakat, warga masyarakat dengan dunia usaha dan juga terjadi antar warga masyarakat dengan pemerintah.
“Fenomena tersebut, tentunya kita harus melakukan berbagai upaya penanganan yang muaranya adalah mewujudkan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa sebagaimana amanah konstitusi yang menjadi pegangan kita bersama,” ungkap gubernur.
Untuk itu, langkah-langkah penanganannya, harus dikedepankan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, yang mana ruang lingkupnya meliputi, pencegahan konflik, penghentian konflik dan pemulihan pasca konflik.
Gubernur menguraikan, penanganan konflik yang dilakukan antara lain bersumber dari permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya, perseteruan antar umat beragama, antar suku, dan antar etnis.
Selain itu, tambah gubernur juga sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota dan atau provinsi, sengketa sumber daya alam antar masyarakat dan antar masyarakat dan pelaku usaha, dan distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.
“Saya yakin, dengan kita selalu berikhtiar untuk melakukan langkah-lagkah pencegahan sebagaimana yang sedang dilakukan saat ini, maka segala resiko kerusakan dan kerugian yang lebih besar dapat kita minimalisir sejak dini,” tandas gubernur.