Ambon, Wartamaluku.com – Gubernur Maluku Irjen Pol (Purn) Drs. Murad Ismail menyerahkan Surat Keputusan (SK) Remisi bagi sebanyak 748 nara pidana (Napi) di Maluku. Dari ratusan napi yang mendapat remisi itu, tercatat sebanyak 17 orang napi di Maluku mendapat remisi (RU-II) atau langsung bebas. Sedangkan 731 lainnya mendapat remisi (RU-I) atau pemotongan masa tahanan.
Remisi ini diberikan dalam rangka perayaan HUT Proklamasi Ke-74 RI kepada ratusan napi yang tersebar di sejumlah lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan negara (Rutan) di Maluku.
Penyerahan SK remisi bagi 748 orang narapidana itu diserahkan Gubernur Maluku Murad Ismail kepada dua orang narapidana secara simbolis mewakili narapidana yang lain di Lapas Waiheru, Ambon, Sabtu (17/8/2019).
Gubernur Maluku, Irjen Pol (Purn) Drs. Murad Ismail didampingi Wakil Gubernur Maluku, Drs. Barnabas Nathaniel Orno mengunjungi Lapas Waiheru usai pelaksanaan Upacara HUT Peringatan Kemerdekaan RI ke-74.
Turut hadir dalam acara tersebut Forkopimda Provinsi Maluku diantaranya, Pangdam XVI Mayjen TNI Marga Taufiq, Kapolda Maluku Irjen Pol Royke Lumowa, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Triyono Hartanto, Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan Rektor Unpatty, J. Sapteno.
Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Maluku Andi Nurka dalam kesempatan itu menjelaskan, berdasarkan data tanggal 16 Agustus 2019 kapasitas hunian lapas, rutan, dan cabang rutan di Maluku sebanyak 1.315 orang. Sedangkan jumlah isi lapas dan rutan saat ini sudah melebihi, yakni sebanyak 1.412 orang.
“Rinciannya, status narapidana sebanyak 999 orang, tahanan 413 orang, terdiri dari anak 18 orang, wanita sebanyak 87 orang, pria 1.307 orang,” ujarnya.
Mereka ini tersebar di empat lembaga pemasyarakatan, satu lembaga pembinaan khusus anak, dua rutan, dan delapan cabang rutan yang ada di wilayah ini.
Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly dalam sambutannya yang disampaikan Gubernur Maluku, Murad Ismail mengatakan, pemberian remisi seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai pemberian hak warga binaan pemasyarakatan.
Remisi, kata Yosonna, merupakan apresiasi negara terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah berhasil menunjukan perubahan perilaku, memperbaiki kualitas dan meningkatkan kompetensi diri dengan mengembangkan keterampilan untuk dapat hidup, mandiri serta menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional.
Menurut Yosonna, kondisi lapas/rutan saat ini mendapat perhatian serius dari pemerintah. Kondisi lapas/rutan yang kelebihan penghuni diatas 100%, saat ini menjadi sumber segala permasalahan, bahkan terkadang menjadi alasan “pembenar” terhadap terjadinya penyimpangan-penyimpangan di lapas/rutan.
“Kita harus membangun awareness, agar tidak selalu menjadi bulan-bulanan. Langkah-langkah dan upaya pembenahan melalui program Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan harus terus dilakukan,” kata Laoly.
Program Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan, sangat sesuai dengan tema perayaan ke-74 Hari Kemerdekaan RI yaitu ”SDM Unggul Indonesia Maju”, dimana sama-sama memiliki fokus dengan upaya peningkatan kualitas SDM.
Menetri menjelaskan, revitalisasi penyelengaraan lembaga pemasyarakatan, yang menjadi pilihan untuk solusi penyelesaian permasalahan-permasalahan pemasyarakatan harus mampu menyentuh berbagai program pembinaan, sehingga dapat mengantarkan mereka menjadi manusia yang berkualitas, terampil dan mandiri.
“Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas SDM, saat ini kita harus memandang persoalan kelebihan isi penghuni dari sisi yang berbeda, yaitu sebagai modalitas utama dalam pembangunan nasional,” jelasnya.
Oleh karenanya, peran strategis jajaran pemasyarakatan dalam peningkatan kualitas hidup, penghidupan dan kehidupan bagi warga binaan pemasyarakatan menjadi urgen.
Masih kata menteri, warga binaan pemasyarakatan di lapas/rutan saat ini adalah SDM yang masih terabaikan. Kelebihan isi penghuni menunjukan bahwa lapas/ rutan sebenarnya memiliki aset dan potensi yang luar biasa untuk mendukung berjalannya kegiatan yang bersifat massal, seperti kegiatan ekonomi kreatif.
“Untuk itu melalui pemberian remisi ini diharapkan seluruh warga binaan pemasyarakatan agar selalu patuh dan taat pada hukum/norma yang ada sebagai bemtuk taggungjawab baik kepada Tuhan Maha Pencipta maupun kepada sesama manusia,” harap Laoly.
Selain itu, pembinaan kepribadian dan kemandirian harus dijadikan sebagai tolak ukur sukses jajaran dalam mengantarkan warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia yang taat dan mandiri, sehingga bisa hidup lebih baik lagi, dan dapat ikut serta berkontribusi dalam pembangunan nasional.
Lapas, kata dia, harus ditransformasi menjadi institusi yang mampu menyiapkan masyarakat tangguh, berketerampilan, dan memiliki produktivitas tinggi, siap berkompetisi dalam persaingan global, utamanya melalui Lapas minimum security.
Program tersebut, jelas Laoly, dapat dielaborasi dengan menggerakkan roda perekonomian melalui sektor industri kecil dan menengah dalam kerangka pembangunan nasional, sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan pendapatan negara bukan pajak sebagai bentuk kontribusi jajaran pemasyarakatan kepada negara.
Untuk itulah, kondisi kelebihan isi penghuni, sebutnya, tidak boleh lagi dipandang sebagai kelemahan atau sumber segala permasalahan di lapas/Rutan, tetapi harus dikelola dan dimanfaatkan menjadi kekuatan tersendiri, jadikan sebagai peluang dan tantangan untuk berkontribusi positif.
“Dengan memiliki human capital yang besar, lapas/rutan harus mampu mentransformasikan potensi ini menjadi kegiatan ekonomi kreatif,” tandas menteri Laoly . (**)