Ambon, Wartamaluku.com – Gubernur Maluku Said Assagaff bersama Pangdam XI/Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo dan rombongan, melakukan Safari Ramadhan ke Negeri Kailolo, Kecamatan Pulau Haruku, Rabu (21/6).
Pada kegiatan Safari Ramadhan ini, selain mengikuti acara buka puasa bersama dengan masyarakat Negeri Kailolo, Gubernur juga memberikan sejumlah bantuan hibah dari Pemerintah Provinsi Maluku ke Desa Kaillolo.
Bantuan hibah yang diberikan, antara lain kepada Panitia Pembangunan Mushola Madrsah Tsanawiyah (MTs) Al Islah Negeri Kailolo, Panitia Pembangunan Rumah Asat Pikal Negeri Kailolo, Panitia Pembangunan Mushola Habiibul Mukhtar Negeri Kailolo, serta santunan kepada 100 anak yatim piatu.
Mengawali sambutannya sebelum acara buka puasa bersama ini, Gubernur Assagaff mengaku, mendapatkan berita dari Tanah Suci Mekkah, bahwa para ulama yang ada di Mekkah dan Madinah, telah menanggalkan nanti malam (semalam) itu, malam Lailatul Qadar. “Karena itu marilah kita sucikan diri kita di malam ini, dan mudah-mudahan saja, malam Lailatul Qadar, bisa turun di malam ke-27 ini,” imbaunya.
Melalui momentum malam buka puasa ini, menurut Gubernur, di mana-mana dirinya selalu menyampaikan kepada masyarakat Maluku di mana saja berada, untuk menjadikan Maluku sebagai laboratorium kehidupan beragama terbaik di Indonesia.
Dia katakan, kebiasaan-kebiasaan orang Maluku yang selama ini kurang baik, mari kita tanggalkan, dengan cara merubahnya dengan kebiasaan yang lebih positif dan baik. Kebiasaan kurang baik itu, menurut Assagaff misalnya saja, dari kebiasaan kita yang suka “bakalai”, kita hilangkan dia, dan beralih ke budaya “baku bae”. Dari budaya “baku marah”, ke budaya “baku sayang”. Dari budaya “talamburang”, ke budaya “kalesang”. Dari budaya “makang puji” dan tinggi diri, ke budaya rendah hati.
Dari budaya “baku malawang”, ke budaya diskusi atau “bacarita”. Dari budaya “kewel”, ke budaya baca baca tulis dan budaya kerja. Dari budaya ambtenar kebudayaan wirausaha. Dari “budaya manggurebe” ke budaya “baku kele”. Dari “takisu” ke budaya percaya diri. Dari budaya sopi ke budaya ngopi. Dari budaya “parlente” alias “abuleke”, ke budaya jujur. Dari budaya “galojo”, ke budaya “baku bage”.
Dari budaya gerombolan ke budaya jamaah. Dari budaya “padede” dan “balagu”, ke budaya-budaya “Arika” dan seterusnya. “Dengan merubah kebiasaan-kebiasaan itu, kita pasti bisa maju selangkah ke depan, menjadi daerah yang dirahmati oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” tandasnya.
Assagaff mengisahkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Demi Allah, ia tidak beriman. Demi Allah, ia tidak beriman. Demi Allah, ia tidak beriman.” “Para sahabat bertanya kepada Rasulullah, ‘siapa kah ia, ya Rasulallah?’. Rasulullah menjawab, ia adalah orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kelakuan buruknya,” tutur Assagaff. Lalu mereka bertanya lagi, lanjut Assagaff, “Apa tingkah laku buruknya?” Beliau menjawab, “Kejahatan dan sikapnya yang menyakitkan”.
“Sabda Nabi yang lain, ‘Demi Dia yang diriku ada di tangan-Nya, kamu tidak akan masuk surga sebelum kamu beriman, dan kamu tidak beriman sebelum kamu saling mencintai.
Belumkah aku beri petunjuk kepada kamu tentang sesuatu, yang jika kamu kerjakan, kamu akan saling mencintai? Siarkanlah perdamaian di antara sesama kamu,” papar Assagaff mengisahkan.
Kedua hadis tadi, disebut Assagaff, menjelaskan keterpaduan iman dan perbuatan yang baik, yaitu menciptakan kondisi yang damai untuk semua. “Sedangkan perbuatan yang mengakibatkan orang lain tidak tenteram, menurut Nabi, merupakan sifat orang yang tidak beriman,” demikian Assagaff.