Fatayat NU Maluku Diharapkan Jadi Organisasi Islam Visioner

Fatayat NU Maluku Diharapkan Jadi Organisasi Islam Visioner

Ambon,wartamaluku.com- Fatayat Nahdatul Ulama (NU) di Maluku diharapkan terus bertransformasi menjadi organisasi Islam yang sehat dan visioner. “Sebab salah satu masalah yang cukup serius, yang menghinggapi organisasi Islam daerah ini, adalah masih kuatnya budaya paternalistik dan pro-status quo, dimana satu kepengurusan berjalan tanpa batas waktu yang jelas. Bahkan ada yang menjadi ketua dan sekretaris sampai berpuluh tahun,” ujar Gubernur Maluku Said Assagaff saat Pelantikan Pengurus Fatayat NU Provinsi Maluku dan Fatayat NU Cabang Ambon Masa Khidmat 2016 -2021, serta Pembukaan Rapat Kerja (Raker), di Islamic Center Ambon, Jumat (10/3/2017).

Assagaff yang mengaku sebagai warga Nahdiyin ini katakan, pengurus tanpa batas waktu itu, termasuk kategori orang yang mengalami post powet syndrom. Selain itu, tata kelola organisasi dan programnya pun masih sangat semrawut alias abal-abal, atau seperti kata orang di Ambon, “takapa-kapa” atau “talamburang”.

Lebih lanjut, Assagaff berharap, Raker dapat melahirkan program-program yang realistis dan terukur, menjawab persoalan yang menjadi concern gerakan-gerakan perempuan saat ini, antara lain pemberdayaan kapasitas perempuan, peningkatan kesejahteraan keluarga, penguatan kesadaran keadilan dan kesetaraan gender, anti kekerasan, anti korupsi, pro-demokrasi, Hak Asasi Manusia, serta masalah HIV/Aids.

“Terutama dalam konteks Maluku, yang sangat membutuhkan kehadiran organisasi-organisasi perempuan, seperti Fatayat NU untuk berperan aktif memberi respon cerdas terhadap persoalan-persoalan tersebut,” tandasnya. Isu-isu yang disampaikannya itu, menurut Assagaff, juga menjadi masalah fundamental di Maluku, khususnya masalah kesejahteraan keluarga, masih kuatnya budaya patriarkhi, masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, tingginya angka penderita HIV/Aids terutama perempuan dan anak yang rentan terjangkiti, dan sebagainya. “Hal yang lebih ironis lagi, masalah-masalah seperti ini banyak mendera kalangan bawah, yang ada di desa-desa, yang sulit untuk bisa kita intervensi, karena masalah konektivitas dan aksesibilitas wilayah kepulauan kita yang begitu luas,” terangnya.

Dia katakan, Maluku membutuhkan lahirnya pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki visi membangun yang kontekstual dengan realitas dan karakteristik sosiologi dan geografis Maluku. “Pemimpin dengan tipologi ini adalah sosok yang memiliki kepribadian yang mengakar pada khazanah nilai-nilai kearifan lokal, dalam mengelola sumber daya alam (SDA) Maluku, ” ujarnya.

Artinya, kata Assagaff, seluruh hasil pengelolaan SDA Maluku, diharapkan dapat memberi manfaat kepada seluruh warga masyarakat Maluku secara merata dan berkeadilan sosial. Dalam konteks inilah, Assagaff berharap, proses pengkaderan Fatayat NU di Maluku nantinya mampu melahirkan calon -calon pemimpin Maluku masa depan yang memiliki visi membangun yang kontekstual dengan realitas dan karakteristik sosiologis dan geografis Maluku.

Sebagai organisasi yang lahir dari rahim NU, Assagaff juga berharap Fatayat NU tetap berada di garda terdepan dalam merawat keutuhan umat dan bangsa ini. Dia merasa, secara teologis, Islam Wasathiyah (Islam Moderat) yang tergambar dalam spirit Islam Nusantara dewasa ini, meniscayakan kita untuk bisa menerima realitas masyarakat yang multikultur. “Betapapun berbedanya kita. Ale Sarane, Ale Hindu, Ale Budha, Beta Salam, tetapi katong samua basudara.

Ale orang Seram, Ale orang Tenggara, Ale orang Lease, Ale orang Buru, katong tetap Maluku. Artinya keislaman, keindonesiaan dan kemalukuan kita, harus terintegrasi secara baik, dalam rangka mewujudkan Maluku sebagai laboratorium kerukunan dan kedamaian terbaik di Indonesia,” ujarnya. Untuk itu, Assagaff berharap Fatayat NU harus menjadi salah satu agen untuk memprovokasi kerukunan dan perdamaian di daerah ini.(WM-UVQ)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *