Ambon,Wartamaluku.com – Empat Kesultanan dari Maluku Utara, yakni Sultan Tidore ke-37, Husain Alting Syah, Pengeran Sultan Ternate , serta Perwakilan Sultan Jailolo dan Bacan, ikut bersama Gubernur Maluku, Said Assagaff, pada prosesi pemasangan atap pamali Rumah Pusaka Lating Nustapy, Negeri Hila Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Minggu (16/4).
Keempat kesultanan tersebut, memang memiliki hubungan adat dengan negeri Hila sejak dahulu.
Prosesi adat pemasangan ate poput atau atap pamali ini, merupakan bagian dari renovasi Rumah Pusaka Lating Nustapy yang dibangun sejak Abad 14 masehi dan menjadi pusat pemerintahan dan siar Islam di Pulau Ambon kala itu.
Pada prosesi tersebut, Gubernur Assagaff, secara simbolisi bersama Sultan Tidore dan perwakilan Kesultanan Ternate, Jailolo dan Bacan naik di bagian atas Rumah Pusaka untuk memasang atap, kemudian dilanjutkan pemasangan oleh warga lainnya.
Sebenarnya prosesi adat ini sudah dilakukan sejak beberapa hari lalu, dimulai dari pengambilan atap di Negeri Hitu hingga puncaknya pemasangan atap pamali ini.
Terlihat ribuan warga Negeri Hila ikut dalam prosesi adat ini, dengan membawa berbagai tarian adat di negeri itu. Hadir juga warga negeri tetangga lainnya di Jazirah Leihitu.
“Sejak dibangun, rumah pusaka ini baru dua kali direnovasi. Pada renovasi kali kedua ini, Rumah Pusaka Lating Nustapy berusia 342 tahun, karena itu kami merenovasi dengan tetap mempertahankan konstruksi seperti saat pertama dibangun,” ujar Ketua Panitia Renovasi Mohammad Assagaff.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Assagaff, menyatakan terharu atas kesakralan prosesi adat pemasangan atap pamali Rumah Pusaka di Hila ini.
“Tadi kita lihat, banyak sekali warga Negeri Hila yang kesurupan (trance). Ini menandakan kuatnya adat di negeri ini, saya terharu dengan situasi itu. Karena itu kita harus terus menjaga adat yang sudah dilakukan tete nene moyang (leluhur) kita,” ujar Assagaff.
Dia berharap, pemasangan atap pamali Rumah Pusaka ini dapat meningkatkan persaudaraan antar warga, baik di dalam negeri (desa) maupun dengan negeri–negeri tetangga, sehingga kedamaian terus tercipta di Maluku.
Assagaff juga meminta prosesi adat untuk renovasi setiap rumah adat di Maluku, dan harus bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan.
“Kegiatan–kegiatan adat tidak sekedar seremonial belaka, tapi juga dapat mempromosikan potensi adat di Maluku sehingga meningkatkan kunjungan wisatawan ke daerah ini,” tandasnya.
Prosesi ini nilai sejarahnya, menurut Assagaff, sangat tinggi. Apalagi juga melibatkan Provinsi Maluku Utara, dengan kehadiran Sultan Tidore dan beberapa sultan-sultan lainnya dari Maluku Utara.
“Pada peresmiannya nanti, saya minta jauh-jauh hari sudah harus dilepersiapkan, dan dikemas menjadi even pariwisata oleh Dinas Pariwisata. Supaya kita bisa mengundang orang untuk datang. Untuk melihat sejarah yang memang sudah langka,” paparnya.
Rumah adat ini, rumah tau, rumah pusaka, disebut Assagaff, adalah tempat musyawarah yang ada di negeri ini. Mau musyawarah apa saja, semua orang akan masuk dan tunduk di rumah pusaka ini
Karena itu Assagaff merasa bangga, bisa ikut dalam prosesi renovasi salah satu rumah pusaka yang sudah ratusan tahun itu, dan berharap dalam waktu dekat sudah bisa diselesaikan, sehingga bisa diresmikan.
Menyinggung tentang rumah ada di beberapa kawasan di Maluku yang terkesan terabaikan atau tidak difungsikan sebagaimana mestinya, Gubernur Assagaff, meminta kepada para Bupati dan Walikota, yang daerahnya punya rumah pusaka, untuk menggali dan mengaktifkan kembali rumah-rumah pusaka itu
Assagaff katakan, penting diaktifkan kembali, karena nilai-nilai sejarahnya mahal. Lihat saja, para pelancong dari Amerika atau Eropa malah sekarang beralih ke ‘Timur’. Mereka datang untuk melihat peninggalan-peninggalan sejarah di ‘Timur’.
“Ini kesempatan kita untuk merawat kekayan yang kita miliki. Dengan semboyan Kembali ke Alam, orang-orang dari Amerika dan Eropa itu akan datang ke sini. Karena alamnya masih natural,” ujarnya.