Ambon, Wartamaluku.com – Anggota DPRD Maluku dari Jazirah Leihitu, Ruslan Hurasan mengatakan koordinasi dan sosialisasi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon terkait penerapan Perwali Nomor 16 Tahun 2020, masih sangat lemah.
Alhasil timbul persoalan ketika ada masyarakat dari Jazirah Leihitu dan Salahutu yang beraktivitas di Ambon, terbentur dengan berbagai persoalan administrasi yang ada.
“40 persen aktivitas warga jazirah itu ada di Kota Ambon, baik pekerja, penjual semuanya ada disana.
Bisa bayangkan seorang jibu-jibu yang menjual dua loyang ikan dengan modal Rp400 ribu kemudian harus dipersulit dengan administrasi rapid test dan sebagainya. Ini sangat meresahkan masyarakat, pemerintah berkewajiban untuk melihat masalah ini. Yang paling penting adalah sub koordinasi antara Pemerintah Kota Ambon dengan kabupaten Maluku Tengah ( Malteng),” tandas Hurasan kepada wartawan, Rabu (10/6/2020) di Kantor DPRD Maluku.
Hurasan menilai tidak ada koordinasi yang baik antara Pemkot Ambon dengan Pemkab Malteng.
“Ada lima hari waktu sejak ditandatangani oleh walikota, kami melihat tidak ada koordinasi yang baik antata Pemkot Ambon dan Pemkab Malteng.Buktinya masyarakat di hari pertama dieksekusi peraturan walikota, masyarakat kaget dan panik dan masyarakat dipusingkan dengan urusan administrasi yang begitu panjang,” ujar politisi asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Lebih lanjut kata Hurasan, jika koordinasi antara Kota Ambon dan Malteng terbangun dengan baik maka bisa saja semua hal yang bersifat administrasi itu bisa digratiskan.
“Ini yang harus diperhatikan kalau ada koordinasi yang baik maka bisa saja semua hal yang bersifat administrasi itu bisa digratiskan. Walaupun ada perda yang mengatur itu. Pemerintah kabupaten bisa menggratiskan itu kalau ada koordinasi yang baik,” ujar dia lagi. (**).