DPRD Maluku Ingatkan Pemda Tidak Lakukan Pembayaran ke Keluarga Tizera

Ambon, Wartamaluku.com – Komisi I DPRD Maluku mengingatkan Pemerintah Daerah Provinsi Maluku, dalam hal ini Biro Pemerintahan dan Biro Hukum untuk tidak melakukan pembayaran tambahan terhadap Keluarga Yohanis Tizera.

“Kesimpulan pertama kita ingatkan kepada Biro Hukum dan biro pemerintahan agar tidak boleh melakukan pembayaran tambahan,”ungkap Ketua Komisi I DPRD Maluku, Amir Rumra kepada wartawan usai pertemuan bersama Pemda Maluku dengan keluarga dan kuasa hukum dari Evans Alfons, selasa (10/8/2021).

Dikatakan, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Ambon dengan memenangkan keluarga Tisera, Pemda Maluku telah membayarkan ganti rugi sebesar Rp18 miliar, tersisa Rp22 miliar dari total Rp40 miliar

Dalam perjalannya, jelas Rumra sesuai surat masuk dari Alfons terkait bukti baru, ternyata kepemilikan dati yang diklaim oleh Tisera.

Kedepan pihaknya, juga akan melakukan rapat bersama Biro Hukum dan Biro Pemerintahan untuk membicarakan persoalan tanah milik Pemprov Maluku, supaya diketahui pasti mana yang memiliki keputusan inkra, mana masih dalam proses gugatan.

Ditempat yang sama, Menajemen Keluarga Evans Alfons, Melkias Frans mengungkapkan dalam rapat ditemukan keanehan pada keputusan lembaga hukum. Dimana peninjauan kembali (PK) pernah memenangkan Tisera. Atas dasar itu dalam rapat Komisi A disepakati untuk dibayar tahap pertama.

Menjelang pembayaran tahap II, ungkapnya sudah ada keputusan pengadilan hingga Makamah Agung (MA) dengan membatalkan kepemilikan Yohanes Tisera dengan alasan cacat hukum dan dikembalikan kepada pemilik yang sah yaitu saudara Alfons.

“Saudara Alfons ternyata saya baru tahu lagi mengungat di pengadilan negeri, khusus objek RSUD dan pengadilan negeri menyatakan keputusan sudah jelas dan seaka-akan tidak secara tegas mengakui kepemilikan RSUD haulussy ada di dusun dari Kudamati dan itu miliki saudara alfons. Pertanyaan saya delapan miliar yang dibayarkan tahap pertama dan kedua setelah putusan pengadilan menyatakan cacat hukum dasarnya apa, ini perbuatan melanggar hukum,”tuturnya.

Untuk itu, pihaknya akan mengadukan ke KPK untuk memeriksa semua orang-orang yang terlibat di dalam pembayaran tahap I dan II, termasuk putusan pengadilan. “Ada apa dengan hakim, ini semua mafia peradilan yang bermain dan kita harus basmi hal-hal yang model begini,”tegasnya

“Jadi setelah ini kita kuasa hukum dari Alfon dirundingkan untuk diadukan secara resmi ke KPK, tidak ke kepolisian maupun kejaksaan, agar semua terang benerang. “dari pemda mengaku melakukan pembayaran dan kenapa pengadilan memutuskan seperti ini, kalau pngadilan menyatakan cacat hukum kepada alfons mesti ditindaklanjuti ke Alfons, kenapa diadukan berikut lag untuk pbjek sengketa RSUD kok pengadilan meutuskan lagi,”sambungnya.

Sementara itu, Evan Alfons ahli waris dari keluarga mengakui belum puas terhadap putusan dimaksud. Karena itu akan ditempuh upaya hukum PK terhadap putusan itu, yang jadi pertanyaan kenapa pengadilan bahkan MA mengakui bahwa apa yang diberikan oleh orang tuanya secara tunai dan tuntas, bahwa RSUD dibangun diatas dati Kudamati dan diakui oleh pengadilan, tapi kenyataan putusan berbalik.

“Yang saya rasa lucu itu bahwa terkait kepemilikan dusun dari kudamati, kami sudah perjuangkan sudah sejak lama, dan Yohanes Tisera punya surat tanggal 28 Desember 1976 surat palsu yang kemudian diajukan untuk memenangkan dia. Bisa dilihat 28 desember 1976 itu kan hari selasa, bukan hari jumat seperti yang tertuang dalam surat itu, maka menurut saya dia menggunakan surat palsu untuk menipu pemerintah supaya dia mendapat pembayaran,”bebernya.

Surat itu, menurutnya sudah dinyatakan MA cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. jelas RSUD berdiri diatas dati kudamati milik keluarganya, dan itu bisa dibuktikan baik terhadap Komisi A maupun Pemda. (**)

Pos terkait