Ambon, Wartamaluku.com – Komisi C DPRD Provinsi Maluku bersama Bea Cukai kota Ambon mengunjungi tempat penyulingan/pembuatan minuman tradisional berupa sopi di kecamatan Leitimur Selatan guna mencari informasi terkait besarnya masyarakat yang memproduksi sopi.
“Kita ke Leitimur Selatan ini untuk mencari informasi tentang berapa besar produksi sopi setiap harinya yang merupakan minuman tradisional dari masyarakat dan ternyata setelah kita turun dan melihat langsung hampir sebagian besar masyarakat disini mata pencahariannya adalah membuat sopi.” Demikian dikatakan Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai Ambon Yanti Sarmuhidayanti kepada sejumlah media, jumat, 5/01/2019.
Menurutnya, selama ini melihat fenomena yang terjadi bahwa sopi dapat mengakibatkan kriminalitas, moralitas, maka dirinya berpikir Bea Cukai bisa memberikan solusi terhadap semua ini.
“Karena sopi menimbulkan hal yang negatif maka sangat bagus kalau dikenai cukai, dan ketika dilihat hanya Cukai yang bisa memberikan solusi terhadap masalah sopi. Karena Cukai adalah suatu penerimaan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.” Tuturnya.
Namun, yang menjadi persoalan adalah produksi sopi ini hanya 5 liter/perhari sehingga untuk bisa dikenakan cukai harus ada pengolahannya menjadi satu kemasan yang bisa dijual eceran dan yang ada etiketnya.
Lanjutnya, untuk lebih muda mengawasi sopi maka harus dikena cukai dengan usaha pabrikan yang diregistrasikan pada kantor Bea dan Cukai.
“Apabila sopi dikena Cukai maka kita lebih muda mengawasi konsumsi dan peredaraannya. Sehingga tidak ada lagi penjualan yang tidak terkontrol.” Ucapnya.
Persoalan sopi sebenarnya bisa diselesaikan, oleh karena itu jangan biarkan berlarut – larut. Ucap Yanti.
Selain itu, masyarakat yang membuat minuman tradisional jangan khwatir sebab, yang dikenakan cukai bukan masyarakatnya tetapi pabrikannya.
Sementara menurut Ketua Komisi C DPRD Provinsi Maluku mengatakan yang membuat atau yang menyuling sopi adalah masyarakat, oleh sebab itu mestinya ada regulasi yang bisa melindungi mereka.
Karena apabila diatur dengan Peraturan Daerah tentang mekanisme penjualan dan sudah diawasi oleh cukai maka dirinya yakin kedepan minuman sopi bisa menjadi lebih baik penjualan dan konsumsinya.
Selain itu, apabila Perda sudah ada maka masyarakat yang membuat sopi ini pun juga merasa diperhatikan oleh Pemerintah. Ungkap Yermias.
Ketua Komisi C DPRD Maluku dapil MTB/MBD ini juga menjelaskan dalam membuat Perda merupakan satu tantangan. Pasalnya DPRD sudah berusaha namun, ketika difasilitasi ke Kementrian Dalam Negeri ternyata dikembalikan karena sesuai aturan Perda terkait minuman tradisional seperti sopi adalah kewenangan DPRD Kabupaten/Kota. Tuturnya.
Oleh sebab itu, sebagai Ketua Komisi C DPRD Maluku berharap DPRD Kabupaten/Kota bisa melihat dan memperjuangkan hal ini. (WM)