Ambon, Wartamaluku.com – Ketika dikeluarkannya SK oleh Gubernur Maluku tentang Pencabutan Operasi Pertambangan PT.GBU Di pulau Romang Kabupaten MBD. sebagai masyarakat sangat bangga dengan keputusan tersebut, namun masyarakat kecewa karena persoalan belum selesai Gubernur sudah membuka kembali tambang romang untuk beroperasi.
Oleh sebab itu, Ketua Yayasan Kalesang Maluku, Constansius Kolatfeka menuding Gubernur Maluku telah mengabaikan Undang-Undang (UU) Nomor 01 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Tudingan ini dialamatkam Ketua Yayasan Kalesang Maluku menyusul keluarnya Surat Keputusan (SK) Gubernur Maluku Nomor 192 tahun 2017 tentang pencabutan keputusan Gubernur Maluku Nomor 70 tahun 2017 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Operasional Hasil Pertambangan Emas PT. Gemala Borneo Utama (GBU) di Romang.
Menurutnya, ada perkataan Gubernur yang mengatakan “Selama Perdamaian belum selesai Di Romang maka SK Operasi Pertambangan tidak akan keluar” Namun kenyataannya persoalan masyarakat Romang belum di selesaikan SK Operasionalnya sudah keluar Tanggl 18 Juli 2017,Seorang Gubernur tidak boleh mengingkari janjiNya seperti ini,Menurut Contansius, Gubernur Telah Malakukan Pembohongan terhadap Masyarakat Romang.
Constansius mengatakan, dari SK Gubernur Maluku Nomor 192 tahun 2017 yang dikeluarkan resmi untuk kegiatan operasional PT Gemala Borneo Utama terdapat kekeliruan dan fatal jika operasional tersebut terus berlangsung.
“Gubernur sudah tidak lagi menggunakan UU atau PP sebagai acuan pembanding dalam mengeluarkan keputusannya terhadap nasib masyarakat di Romang. Pasalnya SK Gubernur No.192 tahun 2017 itu tidak menggunakan UU No 01 tahun 2014 tentang Pengelolaam Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,”ungkap Constansius kepada wartawan di Ambon.
Hal tersebut menurutnya, terletak konsideran mengingat yang termuat pada keputusan nomor 192 tahun 2017 itu. Pulau Romang katanya, dalam data pembangunan Maluku termasuk pada wilayah pulau kecil.
“Data pembangunan Maluku yang berada di Bappeda Maluku menunjukan Pulau Romang yang ada di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) termasuk pada wilayah pulau kecil dengan luasan mencapai 17.500 hektar. Karena, hanya terdapat empat wilayah besar di Provinsi Maluku,”katanya.
Dia meminta Gubernur Maluku untuk dapat melihat kembali UU tersebut sebagai UU strategis bagi keadaan Pulau Romang saat ini.
Selain itu pada lampiran surat keputusan, masyarakat Romang tidak diikutsertakan. “Masyarakat Romang juga perlu mengetahui perkembangan kerja pemerintah terhadap masalah yang sementara membelit,”tambahnya.
Constansius menduga, Gubernur Maluku sengaja melakukan pembiaran atas sejumlah masalah yang kian terjadi di Kabupaten Maluku Barat Daya khususnya Pulau Romang.
“Paling tidak, pemerintah desa atau kepala adat di Romang mengetahui terkait isi SK itu,”tandasnya. (WM)