Bupati Serahkan Pataka Pamahanusa Kepada Latupati

Masohi, Wartamaluku.com – Bupati Abua Tuasikal menyerahkan pataka pamahanusa kepada ketua Latupati Maluku Tengah dan selanjutnya dari ketua Latupati kepada Upulatu Amahai dan di teruskan kepada Tua adat negeri Amahai yang berlangsung di aula Pendopo bupati pada Jumat, 02/11 sebagai tanda persiapan pelaksanaan Hut kota Masohi ke 61 pada 3 November 2018.

Penyerahan Pataka Pamahanunusa ini dihadiri oleh pimpinan OPD lingkup pemda Maluku Tengah bersama tokoh adat Negeri Amahai.

Bupati Tuasikal Abua,SH dalam sambutannya mengatakan sejarah panjang pembentukan kota Masohi sejak 3 November 1957 hingga terbentuknya kota dengan julukan Pamahanunusa akan mampu bertahan hingga sudah mencapai 61 tahun saat ini.

Sejarah panjang kota Masohi ini sudah seharusnya akan di wariskan kepada setiap generasi tentang makna, rasa dan karsa terhadap nilai-nilai adat istiadat, sejarah dan pengorbanan para pendahulu terutama mereka yang berasal dari negeriAmahai, Soahuku, Rutah, Haruru dan Makariki, maupun semua elemen masyarakat di kabupaten yang tertua ini, ucap Tuasikal.

Momentum penyerahan Pataka Pamahanunusa terang Tuasikal bahwa bukan sebagai prosesi seremonial dan kultural tentang sejarah lahirnya kota masohi tetapi harus di maknai sebagai pesan moral, kultural, historis dan patriotik yang penting dalam hidup peradaban, kearifan, kebesaran jiwa, wawasan maupun pola pikir pendahulu yang maju dan toleran dalam kepentingan masyarakat yang majemuk.

Ada beberapa hal penting patut di pahami sebagai masyarakat malteng dalam penyerahan Pataka tegas Tuasikal misalnya prosesi adat yang di akui oleh pemerintah daerah kepada ke lima negeri adat, warisan para leluhur yang harus di jaga dan di kembangkan, serta adanya konsekwensi keteringatan terhadap sejarah yang harus di lestarikan oleh semua masyarakat Maluku Tengah.

Olehnya itu untuk mempertahankan dan melestarikan serta menumbuhkembangkan semangat gotong royong dalam membangun kota masohi sebagai warisan leluhur maka bagi seluruh masyarakat di Malteng harus selalu merawat persatuan dan kesatuan, keamanan dan ketertiban, serta memantapkan hubungan silaturahim antar sesama orang basudara dengan satu tradisi adat istiadat dan budaya pela gandong dalam bingkai Masihi (gotong royong) dalam kesatuan Bhineka Tunggal Ika, pinta Tuasikal. (WM/RA)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *