Agar Tidak Jadi Bola Liar, DPRD MBD Minta Pemda Terbitkan Perbup Pemekaran Dusun

Tiakur, Wartamaluku.com – Wacana Pemekaran dusun menjadi desa yang dihembuskan Pemerintah Daerah lewat pernyataan Bupati Maluku Barat Daya di berbagai media, mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Wacana tersebut kini menjadi polemik di masyarakat karena dinilai berkaitan dengan moment pilkada pada september 2020 mendatang.

Kaitannya dengan itu maka Kamis kemarin, (30/1) DRPD Kabupaten Maluku Barat Daya khususnya Komisi A yang membidangi urusan pemerintahan menggelar Rapat dengar pendapat (RDP) dalam rangka menindaklanjuti hasil kunjungan reses sebelumnya.

Rapat tersebut dipimpin langsung oleh ketua komisi A DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya Johand Mose S. Sos, (fraksi golkar), Corneles Lokwati (fraksi gerindra) dan Alexander Dadiara dari fraksi Demokrat. Sementara pihak eksekutif yang hadir yakni, Sekretaris Daerah Maluku Barat Daya Drs.A Siamiloy M.Si, Kabag Umum merangkap Plt. Kabag Hukum, Richy H. Petruzs S. Pd M.M.Par serta beberapa pejabat eselon IV yang mewakili Kabag organisasi, serta Kabag Humas setda Maluku Barat Daya. rapat dengar pendapat tersebut dilangsungkan di ruangan rapat Komisi A DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya di Balai Rakyat Tiakur.

Anggota DPRD dari Fraksi Demokrat Alexander Dadiara dalam hearing tersebut mengatakan, statmen Bupati Maluku Barat Daya terkait keinginannya memekarkan dusun – dusun yang ada di MBD saat ini telah menjadi polemik dan bagaikan bola liar.

Dia menegaskan, kalau itu keinginan Pemda, silahkan siapkan seluruh dokumen pendukung untuk terbitkan peraturan daerah sebagai bukti keseriusan pemerintah daerah sehingga pemda tidak dianggap berbohong kepada rakyat tukasnya. Namun lanjut dia, bahwa terhadap desa adat, DPRD memintakan kepada Pemda agar menyerahkan data dalam bentuk peraturan daerah yang telah menetapkan desa – desa di MBD sebagai desa adat. Sebab amanat pasal 98 Undang-undang Nomor : 6 tahun 2015 sudah jelas disana bahwa Desa adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Sehingga kita juga bisa menjelaskan kepada rakyat bahwa ada Perda di MBD yang mengatur tentang desa adat. ” Sepanjang belum ada Peraturan Daerah di Maluku Barat Daya yang menetapkan desa – desa adat yang ada di MBD maka jangan lagi ngomong desa adat karena itu sama dengan kita memperlihatkan “pakaian dalam” kita kepada orang lain” tambah dia.

Lebih lanjut dikatakan, apabila draft dan dokumennya baru disusun maka harus bersumber pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2015 tentang desa. Mantan Kepala Desa Lekloor ini menjelaskan, pada intinya Goal kita hanya satu yakni untuk kemaslahatan rakyat sehingga kalaupun ada niat Bupati untuk memekarkan 45 dusun yang ada di MBD, kita mendukung namun harus dengan tindakan nyata sehingga Bupati tidak dinilai bohong.

Sementara itu pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah dKabupaten Maluku Barat Daya Drs.A. Siamiloy M.Si saat memberikan tanggapannya menjelaskan, selama ini kepentingan Pemerintah untuk memekarkan dusun dalam rangka mempercepat pembangunan sudah jalan ungkap Sekda.

“sosialisasi tentang Pemekaran dusun sudah dilaksanakan dan draftnya sudah disiapkan hanya saja saat itu terkendala moratorium. Selain itu, kendala terbesar adalah keterlambatan pengakuanndan rekomendasi dari desa induk.

“segala administrasi sudah disiapkan tinggal didaftarkan untuk mendapat kode registrasi desa di pusat sehingga dengan sendirinya akan ditingkatkan menjadi desa dan ini hanya untuk demi kesejahteraan rakyat ” jelas Sekda

Pada sesi kedua, Alexander Dadiara dalam menanggapi pernyataan Sekda menegaskan, bahwa informasi soal moratorium itu terkesan menyesatkan karena bulan desember lalu, Pemda Kepulauan Tanimbar sukses memekarkan beberapa dusun disana.

“Apakah kalau moratorium hanya berlaku buat orang MBD saja..? Sementara di KKT bisa dibenarkan.

Olehnya itu, Pemda harus berani membuat langkah-langkah teknis dalam rangka mendukung keinginan bupati dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan jalan Pemekaran dusun jadi desa.

“Pemda harus siapkan Peraturan Bupati terkait Pemekaran dusun dan juga Perda tentang desa adat di MBD” terangnya.

Dia menambahkan, pada prinsipnya, Komisi A dan adalah penyelenggaraan Pemerintahan harus bersama-sama bergandengan tangan dalam rangka mencari solusi terhadap persoalan rakyat di daerah ini. Masih pada kesempatan yang sama, dalam penyataan penutupnya Sekda Siamiloy mengatakan keinginan untuk melakukan sebuah Pemekaran dusun menjadi desa hanya tergantung pada good willnya (keinginan baik) dari Bupati. Namun kalau itu keinginan Pa Bupati maka selepas ini maka bagian Tata pemerintahan sudah harus mengkonsepkan perbup untuk 45 dusun yang ada di MBD dan rancangan Peraturan daerah tentang desa adat. (WM/JGR).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *