Ambon, Wartamaluku.com – Konflik yang terjadi antara Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku Ricard Rahakbauw dan Ketua DPRD Provinsi Maluku Edwin Adrian Huwae semakin berbuntut panjang, pasalnya, Wakil Ketua DPRD lapor balik Ketua DPRD Provinsi Maluku, ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Maluku, Selasa (22/5), dengan tuduhan pencemaran nama baik yang terdaftar dengan Tanda Bukti Laporan (TBL) Nomor TBL/277/V/2018/MALUKU/SPKT. Rahakbauw didampingi tim kuasa hukumnya, yang dipimpin Fachri Bachmid.
Selain itu, Edwin Huwae juga dilaporkan dengan tuduhan mengacaukan jalannya ibadah yang sementara berlangsung oleh jemaat Galala Hative Kecil (Gatik) di kediaman, Richard Rahakbauw, Rabu (16/5).
Laporan dilakukan oleh ketua RT setempat, Daniel Mahodim dan terdaftar dengan Nomor LP-B/276/V/2018/MALUKU/SPKT. Akibat tindakan dan perbuatan Huwae, ibadah yang sementara berlangsung terhenti, dan tidak berlangsung sebagaimana mestinya.
“Kami sebagai tim kuasa hukum hari ini melapor saudara Edwin Adrian Huwae karena yang bersangkutan datang saat ibadah berlangsung dan mengacaukan jalannya peribadatan di kediaman rumah Wakil Ketua DPRD Maluku, Richard Rahakbauw, sehingga ibadah terhenti dan tidak berlangsung sebagaimana mestinya,” ujar kuasa hukum Rahakbauw, Fachri Bachmid kepada wartawan, di Polda Maluku.
Akibat tindakan tersebut, Huwae dijerat dengan pasal 175 KUHP dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. Fachri juga mengatakan, pihaknya juga melaporkan Huwae, karena diduga telah melakukan tindakan pencemaran nama baik seseorang, dan melanggar pasal 310 KUHP.
“Pokok laporan yang disampaikan Richard Rahakbauw adalah dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan, yang diduga dilakukan oleh Edwin Huwae, yang mana pada hari dan tanggal yang sama seperti terurai dalam laporan pidana, yang bersangkutan (Edwin Huwae) mengacaukan peribadatan Jemaat Gatik dikediaman korban (Richard Rahakbauw).
Dimana, Edwin secara verbal mengajukan kata-kata ancaman serta kalimat-kalimat yang tidak patut kepada korban, yang disaksikan oleh ratusan Jemaat Gatik pada malam itu,” beber Fachri
Pelaporan yang dilakukan Rahakbauw karena Huwae telah melakukan pembohongan publik saat ibadah sehari berkorban, di Jemaat Galala Hative Kecil yang di pimpin Pdt Sammy Titaley, Minggu (13/5) lalu.
Sebelumnya, Bachmid menyebutkan, laporan ke pihak kepolisian yang dilakukan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Provinsi Maluku, Edwin Adrian Huwae itu tidak tepat sasaran dan terkesan salah alamat.
Menurut dia, laporan yang dilakukan tersebut biasa-biasa saja, apalagi dalam momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), sehingga segala sesuatu disikapi dengan tindakan pelaporan.
Fahri menyatakan, substansi persoalan dalam laporan tersebut seperti dibuat-buat dan mengada-ada. Namun demikian, kata dia, sebagai warga negara yang baik dan taat hukum, pihaknya tetap menghargai pelaporan.
“Sebagai tim kuasa hukum RR, kami siap menghadapi laporan yang dilakukan itu, dan kami akan mencermati secara maksimal untuk melapor balik yang bersangkutan (Edwin Adrian Huwae) ke polisi, dengan berdasarkan pada dua alasan, yakni laporan yang dilayangkan itu penuh dengan rekayasa dan tidak berdasar pada fakta hukum yang sesungguhnya,” kata Fachri.
Menurut Fachri, laporan Huwae ke SPKT Polda Maluku ada dua yaitu dugaan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam pasal 320 juncto 311 juncto pasal 335 KUH Pidana tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Kedua adalah laporan berkaitan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 8 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi juncto pasal 114 KUH Pidana.
“Untuk meihat kedua laporan dimaksud, kami dari tim kuasa hukum melihat ini adalah hal yang biasa-biasa saja karena berkaitan dengan momen pilkada dan segala sesuatu harus berujung dengan tindakan pelaporan,” ujar Fachri.
Terlepas dari substansi itu adalah sesuatu yang dibuat-buat atau mengada-ada, tetapi sebagai warga negara Indonesia yang baik pihaknya menganggap langkah ini merupakan sesuatu yang dihargai. “Kami siap menghadapi segala tindakan yang ditempuh ketua DPRD Maluku dan tidak masalah karena kami memandang laporan ini adalah hak konstitusional,” katanya.
Namun setelah dicermati dengan fakta-fakta hukum yang ada saat ini maka tindakan pelaporan ini adalah tidak tepat dan salah alamat yang didasarkan pada dua alasan.
Yang pertama, lanjut dia, laporan yang dilayangkan penuh rekayasa dan tidak berdasar pada fakta-fakta hukum sehingga akan dilakukan laporan balik ke Polda Maluku dengan sangkaan melanggar pasal 317 dan 220 KUHP karena membuat laporan palsu.
Karena sejatinya laporan yang dimaskukan Edwin Huwae tidak didasarkan pada fakta-fakta hukum dan cuma sebuah rekaan serta imajinasi belaka yang ada dalam pikirannya lalu dijadikan dasar untuk membuat laporan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku, Richard Rahakbauw merasa perlu untuk meluruskan persoalan yang menerpa dirinya, terkait dengan tuduhan pencemaran nama baik dan dugaan penyalagunaan dana APBD tahun 2018..
RR menegasksn, apa yang dilakukan oleh Edwin Adrian Huwae adalah pembohongan publik, dan pihaknya akan melaporkan balik yang bersangkutan kepada pihak yang berwajib.
“Dia telah melakukan pembohongan publik. Saya ingin menyampaikan, pada tanggal 13 Mei 2018 tepatnya Hari Minggu di Jemaat GPM Gatik Galala, dilaksanakan ibadah sehari berkorban yang dihadiri seluruh pemangku kepentingan di daerah, dan dimintakan untuk berpartisipasi dalam memberikan sumbangan untuk penyelesaian pembangunan gedung Gereja Gatik. Dan disana, saya menyumbang Rp.2 miliar, sementara di Gereja Bethania, Ibu Nia Pattiasina juga menyumbang Rp.500 juta melalui dana aspirasi. Saya tidak hadir saat itu, Karena baru tiba dari TNS.
Namun, saya mendapatkan informasi bahwa Edwin Huwae berbicara soal dana aspirasi DPRD. Edwin katakan, selaku Ketua DPRD merasa tidak nyaman atas angka-angka yang disebutkan tadi. karena saya juga bingung dari mana asal dan bagaimana pertanggungjawabannya, karena saya sendiri tidak tahu dan tidak pernah mendapatkan dana aspirasi, sehingga saya menyumbang dari satu bulan gaji saya,” ujar Rahakbauw mengutip kata-kata Huwae.
“Olehnya itu, ketika saya mendengarkan informasi tersebut, dan Rabu malam saat jemaat Gatik sektor Efrata beribadah di rumah saya, dan saya sampaikan bahwa apa yang disampaikan oleh saudara Edwin, dalam kapasitas sebagai Ketua DPRD bahwa DPRD tidak ada dana aspirasi itu parlente (bohong). dia menipu. Sebab, kita pimpinan dan anggota DPRD bukan saja tahun 2018 ini mendapatkan dana aspirasi dalam pokok-pokok pikiran, tetapi sudah sejak tahun 2009. Itulah awal dari munculnya persoalan ini,” tambah Rahakbauw.
Menurut Rahakbauw, dana aspirasi itu akan dituangkan dalam pokok-pokok pikiran, seperi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2010, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 54 Tahun 2010. “Saya mau tegaskan, bahwa dana aspirasi itu ada,” tandas Rahakbauw.