Gubernur: Panas Pela adalah Upaya Refitalisasi Kearifan Lokal Maluku

Gubernur: Panas Pela adalah Upaya Refitalisasi Kearifan Lokal Maluku

Ambon, Wartamaluku.com – Gubernur Maluku Said Assagaff menilai, ritual adat Panas Pela adalah upaya revitalisasi kearifan lokal, dimana setiap kebudayaan lokal, merupakan bagian dari khazanah kebudayaan nusantara.

Pernyataan Gubernur Assagaff ini, disampaikan dalam sambutan tertulisnya, dibacakan Staf Ahli Gubernur Maluku Bidang Pembangunan, Ekonomi dan Keuangan Ronny Sam Wolter Tairas, pada acara Panas Pela Nalahia dan Waraka yang berlangsung di Nalahia, Selasa (19/12).

“Revitalisasi kearifan lokal dalam panas pela ini, merupakan upaya kita untuk mentransformasikan nilai-nilai kearifan lokal, khususnya kesadaran hidup orang basudara dalam menghadapi dinamika masyarakat yang makin multikultural dewasa ini,” ujar Assagaff.

Pada acara yang juga ditandai Peresmian Monumen Pela Darah ini, Assagaff katakan, ikatan Pela sebagai identitas manusia Maluku yang khas, sesungguhnya telah menyuguhkan sebuah tingkat keadaban yang tinggi dalam pertalian sejati hidup orang basudara, sebagaimana ungkapan luhur katong samua, yaitu potong di kuku rasa di daging, ale rasa beta rasa, sagu salempeng dibagi dua.

Untuk itu, dirinya meminta para Raja Latupati, untuk kembali melakukan revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal sebagai modal sosial kultural dalam rangka membangun Maluku yang rukun, religius, damai, sejahtera, aman, berkualitas dan demonstratis dijiwai semangat siwalima berbasis kepulauan secara berkelanjutan.

Tak lupa, Gubernur Assagaff mengajak seluruh masyarakat kedua negeri untuk mengingat pesan para moyang-moyang dan datuk-datuk, “jang langgar dong pung janji. Sei Hari Hatu, Hatu Hari Esepany” (Siapa Balik Batu, Batu Balik Tindis Dia).

“Kuatkanlah ikatan pela ini wahai saudara-saudaraku dari Nalahia dan Waraka atau samua basudara pela, gandong, Wari wa, yang ada di kabupaten ini, seperti janji para leluhur di Nunusaku, yaitu Nunu Pari Hatu, Hatu Pari Nunu (Persatuan atau persaudaraan itu laksana pohon beringin yang melingkari batu karang dan batu karang melingkari pohon beringin,” kata Assagaff mengingatkan.

Sementara itu, Bupati Maluku Tengah (Malteng) Tuasikal Abua dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten I bidang Pemerintahan dan Pembangunan Pemkab Malteng Wem Istia mengatakan, panas pela Nalahia – Waraka bukan sekedar ekspresi seromonial acara adat.

“Lebih dari itu, acara adat ini memberikan kesan moral kultural dan religius yang sangat bermakna, yang harus dipertahankan oleh masyarakat, tentang nilai kasih, menyayanggi, serta adat istiadat sebagai modal sosial dalam mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan hidup bersama,” tutur Tuasikal.

Menurutnya, panas pela merupakan warisan berharga, sekaligus sebagai tanda pengingat kepada generasi penerus, bahwa kita memiliki warisan identitas budaya yang patut dibanggakan dengan tidak melupakan asal usul.

“Kita patut bangga sebagai pembuktian bahwa agama, adat dan budaya bisa dapat dipertahankan dalam menciptakan keharmonisan dan kedamaian hidup,” tegasnya.

Panas pela Nalahia dan Waraka yang baru kembali digelar setelah lima tahun ini, memungkinkan masyarakat kedua negeri kembali dipertemukan dalam ritual adat panas pela Risapori Henalatu dan Paisine Yamalatu.

Acara yang ditutup dengan ibadah syukuran yang berlangsung di Gereja Sion ini, turut dihadiri anggota DPD RI Novita Anakotta, Ketua DPD Gerindra Maluku Hendrik Lewerissa, Seketaris Dinas Perhubungan Provinsi Maluku Meki Lohi, Raja Nalahia G. Leiwakabessy, Raja Waraka P. R. Lailosa, serta ribuan masyarakat Risapori Henalatu dan Paisine Yamalatu, baik yang berasal dari sejumlah daerah di Maluku, maupun dari luar Provinsi Maluku, termasuk yang datang dari Negeri Belanda.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *