PEMDA MBD DAN WARGA TOINAMAN SEPAKAT MENGUKUR ULANG LAHAN HIBAH

PEMDA MBD DAN WARGA TOINAMAN SEPAKAT MENGUKUR ULANG LAHAN HIBAH

Tiakur, Wartamaluku.com- Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya akhirnya mengadakan kesepakatan bersama denagan warga bekas negeri Toinaman untuk mengukur ulang lahan seluas 350 hektar yang pernah dihibakan oleh masyarakat Moa kepada Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) sebagai kabupaten induk dari Maluku Barat Daya dalam rangka mendukung proses penempatan Tiakur sebagai calon ibukota kabupaten MBD saat terjadi polemik tentang letak ibukota kabupaten MBD beberapa tahun silam.

Persoalan lahan tersebut selama ini menjadi polemik antara pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Saling klaim antara pemda MBD dan warga bekas dusun Toinaman pun terus terjadi.

Akhirnya lewat pertemuan antara pemerintah daerah dan warga bekas dusun Toinaman pada (23/9) akhirnya menyepakati untuk dilakukan pengukuran ulang terhadap lahan hiba 350 ha tersebut.

Perdebatan panjang antara pemda MBD dan warga belas dusun Toinaman berawal pada saat pemda MBD melakukan pembongkaran paksa terhadap Dua buah pondasi rumah warga Toinaman. Selain itu, hal fundamental yang memicu perbedaan pandangan tersebut adalah soal letak titik nol tapal batas kota Tiakur dimana menurut versi pemda bahwa, titik nol lahan hibah 350 hektar tersebut harus di ukur dari garis pantai sementara versi masyarakat Toinaman, maka harus di ukur dari bundaran yang pada saat itu sempat dicanangkan batu bermula lokasi ibukota Kabupaten Maluku Barat Daya oleh Karel Ralahalu mantan Gubernur Maluku pada tanggal 27 Oktober 2004.

Pengukuran ulang lahan tersebut berlangsung pada hari senin tanggal 26 September 2016 dipimpin wakil bupati MBD Benyamin Thomas Noach ST. Yang tiba di lokasi bundaran (arah pantai Tiakur) pukul 12:00 siang didampingi pejabat teras dan muspida serta aparat kepolisian dan TNI dan satpol PP.

Sementara tokoh masyarakat diwakili oleh Izac Liko mantan kepala desa werwaru sekaligus ketua latupatti yang dipercayakan untuk menyerahkan hibah lahan kala itu. Acara pengukuran ditandai dengan prosesi sumpah adat yang dipimpin langsung oleh Izac Liko sebagai tokoh adat sekaligus penghiba tanah 350 ha kepada pemda saat itu.

Batas (titik nol) dimulai dari bundaran pantai Tiakur dan ini mengikuti keinginan dan desakan masyarakat bekas negeri Toinaman. Ribuan pasang mata yang menyaksikan pengukuran lahan tersebut sontak kaget ketika lahan yang dihibakan kepada pemda itu panjangnya tidak mencukupi 2000 meter dan hanya mencapai 1828 meter.

Perdebatan dan silang pendapat pun tak terelakan ketika bupati Maluku Barat Daya Drs. Barnabas Orno turun langsung mengecek pengukuran yang dilakukan secara manual (menggunakan meter roll) itu.

Menurut bupati, lahan yang dihibakan kepada pemda MTB saat itu memiliki panjang 2000 meter persegi dan lebar 1750 meter persegi sehingga jumlahnya 350 hektar dan itu sudah ditetapkan dalam peraturan daerah nomor 1 tahun 2013 tentang perencanaan dan tata ruang Kabupaten Maluku Barat Daya, namun setelah diukur, panjangnya hanya 1828 meter persegi. ini berarti akan menģganggu seluruh perencanaan dan tata ruang wilayah daerah ini karena tidak mungkin pemda membangun diluar areal yang telah ditentukan dalam perencanaan tata ruang.

Dirinya menambahkan, berdasarkan data perencanaan kita maka titik nol itu harus dimulai dari garis pantai tiakur bukan pada bundaran, dan ini sudah diukur menggunakan data satelit sehingga pemda harus membangun berdasarkan titik ordinat tersebut, sebab ini konsekuensinya bisa pidana. Pemda punya data soal itu dan kalau mau gugat, kita (pemda) siap, tegas Orno.

Dirinya mengaku bingung dengan proses hibah dan data yang dimiliki masyarakat yang menimbulkan polemik.

Proses pengukuran makin memanas disaat memasuki areal sekitar bundaran di depan kediaman sekretaris daerah kab. MBD. Dimana menurut bupati, areal bundaran tersebut tidak masuk dalam lahan 350 ha karena itu dihibakan tersendiri oleh masyarakat desa patti dan wakarlely.

namun atas desakan masyarakat maka terpaksa dilakukan pengukuran mulai dari bundaran tempat peletakan batu penjuru oleh gubernur waktu itu, dan hasilnya tidak sampai 2000 meter.

Persoalan kembali memanas ketika panjangnya tidak mencukupi dan harus diukur kembali menuju bibir pantai untuk mencukupi 2000 meter. Namun lewat lobi-lobi aparat keamanan dan anggota DPRD Maka warga Toinaman terpaksa merelakan untuk dilanjutkan pengukuran kembali sepanjang 172 meter untuk dicukupkan menjadi 2000 meter.

Awalnya masyarakat Toinaman bersih keras mempertahankan areal sekitar bibir pantai Tiakur yang menjadi petuanan mereka.Geradus Tanpatti Salah satu warga Toinaman mengaku pada saat hiba tanah kepada pemda MTB sama sekali tidak melibatkan mereka sebagai pemilik lahan sehingga mereka sendiri kaget ketika petuanan mereka masuk dalam lokasi areal ruang terbuka hijau (RTH) kabupaten MBD.

Sementara itu terkait lebar lahan hiba yang berjumlah 1750 meter belum di ukur karena masih menjadi polemik sehingga antara pemda dan warga Toinaman akan duduk bersama guna menyelesaikan pengukuran terhadap lebar lahan hiba tersebut. (WM-J)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *