Ambon, Wartamaluku.com – Rapat koordinasi antara DPRD dan Pemerintah Provinsi Maluku dengan anggota DPR RI dan DPD RI dari Dapil Maluku di ruangan GBHN, Wisma Nusantara IV di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (8/4). Hal ini diapresiasi Anggota DPR RI asal Maluku Hendrik Lewerissa.
Karena rapat koordinasi (Rakor) tersebut salah satu tujuannya untuk melakukan sinkronisasi atas program pembangunan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku dan usulan aspirasi DPRD Maluku kepada para wakil rakyat Maluku yang ada di Senayan.
“Rakor seperti ini merupakan suatu hal yang sangat positif dan penting agar para wakil rakyat Maluku dapat memperoleh gambaran utuh terkait kepentingan rakyat dan daerah Maluku yang harus diperjuangkan di pusat,” jelas Lewerissa dalam rilisnya yang diterima media ini, Jumat (9/4).
Sebab menurut ketua DPD Gerindra Maluku itu, kepentingan Maluku tidak dapat diperjuangkan sendiri-sendiri tapi harus jadi perjuangan bersama secara kolektif, terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik.
“Anggota legislatif asal Maluku setiap saat bertemu masyarakat disaat kegiatan reses, namun pemerintah daerah-lah selaku pihak eksekutif yang memiliki data dan merancang program pembangunan sehingga mereka lebih tahu masalah yang dihadapi,” ujarnya.
Pengalaman yang dialami kata HL, sapaan akrab Lewerissa, menunjukkan jika gerak juang sendiri-sendiri, parsial dan tidak sinkron maka hasilnya jauh dari yang diharapkan. Apalagi masalah di Maluku itu kompleks.
“Sampai hari ini, Maluku masih ada diurutan ke 4 provinsi termiskin di Indonesia. Kondisi ini sangat paradoks, karena Maluku kaya dengan sumber daya alam yang berlimpah ruah. Mestinya rakyat dan daerahnya sejahtera, namun yang terjadi sebaliknya, sangat ironis,” sesalnya.
Selain masalah kemiskinan, masalah mutu sumber daya manusia di Maluku juga bagi HL menjadi problem tersendiri. Lihat saja hasil tes CPNS, banyak yang mendaftar namun banyak pula tidak lulus karena nilai mereka sebagian besarnya berada dibawah standard kelulusan (passing grade).
Karena itu ada usulan DPRD Maluku agar standard passing grade kedepan harus ditinjau ulang pemerintah pusat dan meminta perlakuan yang tidak setara untuk semua wilayah di Indonesia karena fakta objektifnya adalah mutu SDM di Indonesia tidak merata.
“Kualitas SDM di Jawa, Sulawesi dan Sumatera berbeda jauh dengan diwilayah Timur Indonesia. Sehingga mesti ada kebijakan yang bersifat afirmatif agar passing grade di Indonesia tidak harus sama. Jika tidak, maka lapangan kerja di Maluku akan diisi saudara sebangsa dari luar Maluku dan anak-anak kita di Maluku hanya akan jadi penonton atau orang yang tersingkir dinegeri sendiri,” cetusnya.
Selain itu, perjuangan untuk menggolkan RUU Daerah Kepulauan menjadi UU Daerah Kepulauan juga menjadi perhatian utama. HL sarankan agar segala upaya harus dilakukan untuk mendesak pemerintah, DPR dan DPD agar segera membahas RUU dimaksud dan diharapkan dalam tahun ini RUU tersebut dapat ditetapkan menjadi Undang-undang.
“Kaukus Provinsi Kepulauan serta kelompok masyarakat sipil lainnya termasuk anggota legislatif dari 8 Provinsi Kepulauan tersebut harus memberi tekanan/pressure lebih lewat ruang komunikasi yang ada. Jika perjuangan kita biasa saja, tidak menggigit, saya khawatir dia tetap akan menjadi RUU Daerah Kepulauan, tidak jadi UU tahun ini. Kita harus menunggu berapa lama lagi?,” tanya HL.
Issue PI 10 persen untuk Maluku terkait pengembangan blok abadi atau blok Masela ikut dicakapkan pada Rakor tersebut. Bagi HL, PI 10 persen itu adalah anugerah pemerintah pusat bagi Maluku. Karena itu harus diatur sebaik mungkin agar tidak menimbulkan gejolak/konflik kepentingan antara Kabupaten KKT dan MBD.
“Bicarakan dan atur dia baik baik. Karena itu saluran komunikasi harus dibuka sehingga perbedaan sikap dan pandangan yang ada dapat diselesaikan dengan semangat, kearifan dan tradisi orang basudara di Maluku,” harap mantan Cawagub Maluku itu.
“Beta ini orang Maluku dari Lease. Ada keyakinan orang di Lease bahwa jika gagang cengkeh baru kaluar, seng boleh baribot dalam dusun, kalau baribot, nanti cengkeh seng dudu di gagang, akang ilang. Karena itu soal PI 10 persen, ayo, mari dibicarakan baik-baik sesuai keadaban orang Maluku,” pinta anggota Baleg DPR RI.
Dirinya juga meminta agar masalah PI 10 persen jangan dikelolah untuk kepentingan politik dengan memunculkan narasi-narasi heroik untuk dipuja-puji masyarakat di Maluku lebih khusus lagi di KKT. Padahal pemahaman yang disampaikan justru menyesatkan dan kontra produktif.
“Intinya semua pihak yang terkait harus peroleh keadilan dari berkat Blok Masela. Kontraktor atau investor tidak akan nyaman kalau kita ribut, atmosfir investasi harus kondusif. Jika tidak, jangan salahkan Inpex dan rekan konsorsiumnya jika mereka terus menunda-nunda waktu pengembangannya,” ingatnya.
Apalagi, hari ini tambah HL, harga gas masih sangat rendah di pasar, dan terjadi kelebihan pasok (over supply) gas serta belum terlalu banyak para calon pembeli tetap atas gas yang akan diproduksi nanti (offtake purchaser).
Keputusan pemerintah untuk merubah skema pengembangan (plan of development) dari pengelolaan dilepas pantai (off shore) menjadi dikelolah didarat (on shore) adalah anugerah yang kedua bagi Maluku khususnya untuk Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT).
“Tapi, bagi pihak kontraktor (Inpex dan rekan konsorsiumnya), ini tambahan biaya yang tidak sedikit. Investasinya ratusan triliun rupiah. Karena itu, mari kita sambut investasi besar ini dengan menciptakan kondisi yang kondusif. Merupakan tanggungjawab etis seluruh stakeholder yang ada di Maluku,” pungkasnya. (**)