Dadiara : Pemekaran Desa di Tanimbar Membuka “Tabir” Kebohongan dan Penyesatan di MBD Selama Ini

Kisar, Wartamaluku.com – Peresmian beberapa Desa Persiapan dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar seperti Desa Persiapan Kainara, di Kecamatan Tanimbar Utara, Desa Persiapan Namralan dan Desa Persiapan Mitak di Kecamatan Wuarlabobar ramai diperbincangkan Masyarakat Kisar khususnya Dusun- Dusun di Pulau Kisar yang selama ini berjuang untuk mendapatkan status Desa.

Hal inipun dipertanyakan Masyarakat Dusun Yawuru Kecamatan PP Terselatan termasuk informasi adanya MORATORIUM Pemekaran Desa oleh Pemerintah Pusat kepada Anggota DPRD Kab. MBD Alexander Dadiara dalam kegiatan Reses di Dusun Yawuru(Jumat 10/1/2020).

Menurut Anggota DRPD dari Partai PKPI ini bahwa Kunci Pemekaran Dusun menjadi Desa sangatlah tergantung kepada Etikat baik Pemerintah Daerah baca BAB III UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Kalau hari ini di Kabupaten Kepulauan Tanimbar ada Peresmian Desa Persiapan, itu karena ada Kemauan Pemerintah Daerah bersangkutan.

Soal Moratorium , lanjut Dadiara mesti di pertanyakan balik kepada pihak yang menyatakan ada Moratorium bahwa apakah Moratorium hanya berlaku untuk Kab. MBD ? Faktanya 15 Desember 2019 Desa Persiapan Kainara di Kecamatan Tanimbar Utara baru di resmikan.

“Yang saya tahu bahwa Moratorium itu
berlaku untuk UU 23 Tahun 2014 khususnya pasal yang mengamanatkan Pemekaran DOB ( Provinsi dan Kabupaten/Kota) . Sedangkan soal Pemekaran Desa itu Regulasinya UU No 6 Tahun 2014 kewenangan berbeda”, ungkapnya.

Dirinya mengisahkan, bahwa sebelum menjadi anggota DPRD maka dia pernah menjabat sebagai kepala dusun Papula, kepala desa Lekloor barulah terpilih sebagai anggota dewan sehingga dia sangat paham dengan kondisi masyarakat dan Pemerintahan pada level bawah. Baginya tidak ada yang susah dalam memekarkan dusun menjadi sebuah desa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan memperpendek rentang kendali (span of control) namun lagi-lagi ini soal niat mau atau tidak.

Dikatakan, Selama ini negara tidak menjawab rasa keadilan masyarakat dusun -dusun di MBD termasuk 7 Dusun yang ada di dalam desa Wonreli diantaranya Dusun Yawuru sebagai dusun terbesar yang ada di antara 45 dusun di MBD bahkan jumlah jiwa melebihi beberapa jumlah jiwa se- Kecamatan di beberapa Kecamatan di Kabupaten MBD .

Tak dapat dielakkan bahwa Hal ini mengakibatkan sering terjadi class action di internal desa dengan jalan melakukan demonstrasi dalam rangka menuntut keadilan terhadap hak-hak masyarakat dan dana desa yang dirasakan tidak berpihak kepada masyarakat jelasnya. Oleh karena itu satu-satunya jalan adalah memekarkan dusun – dusun yang ada agar maju dan berkembang setara dengan desa lain.

Lebih mencerahkan pikiran Rakyat, Alex Dadiara menjelaskan bahwa Rakyat Dusun -Dusun harus dapat menggunakan hak politik secara Pasti dan tepat.

Sebaiknya dalam momen Pilkada MBD Tahun 2020 Rakyat Dusun – Dusun harus cerdas melihat Visi dan Misi Calon Bupati dan Wakil Bupati . Kenapa? Karena ini soal kemauan seorang Kepala Daerah seperti yang terjadi Kab. Kepulauan Tanimbar sekarang. Sederhana kan??

Jangan Berpolitik ( memilih Bupati dan Wakil Bupati ) untuk kepentingan Kerja Proyek, dapat tangki penampung Air, agar Anggota Keluarga dapat Jabatan atau supaya Anggota Keluarga tidak kehilangan jabatan, bisa Honor dsb ini kepentingan pribadi semata.

Bukanlah kita diingatkan agar mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau golongan? Tanya dia. Dadiara mengungkapkan, Kalau Kepentingan Pemekaran Dusun adalah kepentingan umum masyarakat Dusun , maka sebaiknya jangan utamakan kepentingan Pribadi di atas kepentingan Umum.

Jadi soal Moratorium Pemekaran Desa itu siapa yang berbohong ?? Silahkan Masyarakat menilai dan menjawab sendiri secara politis tutupnya.

Ketika ditanyakan Khusus untuk desa Wonreli, banyak sekali beredar informasi dan spekulasi diluar sana bahwa tujuh dusun dibawah desa Wonreli tidak bisa dimekarkan mengingat Wonreli adalah desa adat.

Dadiara menegaskan, ” Tata Kelola Pemerintahan Desa harus mengacu pada UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa secara Teknis diatur dalam PP 43 Tahun 2014 katena itu sepanjang tidak ada Perda Kab MBD yang menetapkan Desa Adat di MBD, maka tidak ada satupun Desa di MBD yang berstatus Desa Adat ini amanat pasal 98 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan pasal 29 ayat 3 PP 43 Tahun 2014. Saya kira ini Jelas ya ? ..” ketus Alex sembari menambahkan

Kita harus melihat kembali Tata kelola Pemerintahan Desa pada Desa – Desa di MBD Apakah sesuai dengan aturan yang berlaku di Negara ini atau tidak.
Pengelolaan Pemerintahan Desa tidak bisa menggunakan aturan diluar Ketentuan UU yang berlaku di Negara ini. Ini harus digaris bawahi dalam konteks tunduk dan patuh terhadap setiap Perundang-undangan yang berlaku .

Ini wujud dari hidup dan berperilaku sebagai warga Negara yang baik.
Ada beberapa Kabupaten/Kota yang memiliki Peraturan Daerah yang menetapkan Status Desa Adat di Prov. Maluku seperti Maluku Tenggara, kota Tual, Kota Ambon, Malteng dan SBB yang telah sah berdasarkan Peraturan perundang-undangan bahwa mereka adalah desa adat. Karena itu desa-desa disana dikenal dengan sebutan negeri (ambon & lease) dan Ohoi (Tual&Malra) sementara kepala pemerintahannya dikenal dengan sebutan Raja. Imbunya.

Inilah yang mesti dipahami oleh masyarakat sehingga pikirannya tidak mudah terkontaminasi dan dieksploitasi oleh pihak-pihak tertentu ungkapnya.

Dirinya berjanji akan memperjuangkan kepentingan dusun – dusun termasuk dusun Yawuru di Parlemen melalui Fraksinya mengingat usulan seperti ini bukan hanya di Yawuru namun getarannya masif terjadi hampir Di semua dusun yang ada di MBD.
Hal ini dikarenakan tidak ada pemerataan pembangunan yang berkeadilan.

Menyoal ketakutan terbesar dari desa Wonreli sebagai desa induk terkait keretakan adat dan kerusakan budaya yang akan terjadi apabila terjadi pemekaran desa, Dadiara menapiknya dengan menganalogikan beberapa desa yang berhubungan dengan desa lain di Pulau Kisar dan pulau lain. “Beta kasih contoh di Kisar kita kenal ada sebutan Manmere Ra,i dan Manmere Karana Manmere Ra,i ada di Desa Lebelau, Kecamatan Kisar Utara sementara Manumere Karana ada di Desa Wonreli Kecamatan Pp. Terselatan. Tetapi ada titik persoalan atau resepsi acara adat tertentu tetap mempersatukan mereka itu sudah beda desa saja tapi beda kecamatan tapi hubungan orang sodara dan adatnya tetap terjaga hingga saat ini. Hal serupa juga terjadi di desa Oirata Timur dan Oirata Barat Kecamatan Pp. Terselatan dimana adatnya satu tapi pemerintahannya terpisah kan tidak ada adat yang rusak hingga saat ini Jelasnya.

Termasuk Ustutun ( Indonesia ) dan Atauru ( Timor Leste ) yang hubungan adat masih terjalin mesti terpisah Negara.

Intinya adalah masyarakat dusun Yawuru Harus bersatu dalam menentukan nasibnya sendiri . Bahwa semua hal kesepakatan masih ada dan berlaku karena masih pengakuan dan penerimaan terhadap kesepakatan itu. Dan harus dicatat bahwa pemaksaan untuk mengakui hal yang tidak lagi diakui adalah sama bentuk dengan penjajahan.. ungkap Dadiara.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *