Ambon, Wartamaluku.com – Pemanfaatan potensi sumber daya perikanan di Provinsi Maluku hingga saat ini masih belum optimal dilakukan.
Kondisi itu bertolak belakang dengan tekad Pemerintah Indonesia yang ingin menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai sektor utama untuk memajukan Negara.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang P.S. Brodjonegoro, mengakui, besarnya potensi perikanan di wilayah laut Maluku membutuhkan anggaran besar untuk mengelolahnya.
Anggaran itu bisa datang dari investasi atau swasta, juga melalui penambahan DAK (dana alokasi khusus) dan DAU (dana alokasi umum) untuk sektor perikanan.
“Butuh anggaran besar untuk kelola potensi yang besar ini. Nanti kita bisa pertimbangkan, DAK terutama,” kata Bambang kepada pers usai membuka Konsultasi Regional Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024 di Ambon, Kamis (12/9/2019).
Menurut mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI ini, regulasi sebagai payung hukum semacam Peraturan Presiden (Perpres) akan dilihat kembali peruntukannya. Sebab, kata dia, yang paling penting dari semua itu adalah potesi kekayaan alam yang tersedia ini bisa memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pelaku perikanan di Maluku untuk mendapatkan manfaat dan hasil yang maksimal.
Dikatakannya, sumberdaya kelautan dan perikanan Maluku yang melimpah dan berkontribusi lebih dari 30 persen perikanan nasional, dapat dimaksimalkan untuk daerah bila nilai tambah komoditi ikan juga dilakukan di wilayah Maluku sebagai daerah penghasil, melalui industri pengolahan.
Menurutnya, Lumbung Ikan Nasional (LIN) tidak hanya bicara soal produksi ikan. Karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, terkait masukan dari Gubernur Maluku agar para neyalan di Maluku harus diperhatikan, dan mendapatkan manfaat lebih dari sektor ini.
“Paling penting itu, ikan-ikan ini pengolahannya di Maluku, sehingga Maluku bisa mendapat nilai tambah dan memperoleh manfaat darinya,” kata Bambang.
Dicecar soal LIN dan draft Perpres yang masih tertahan di meja Menteri KKP Susi Pudjiastuti, dan masih menunggu paraf persetujuannya, secara diplomasi Bambang menjawab akan membicarakannya lagi.
“Nanti kita bicarakan karena ini kita bicara lima tahun kedepan, sehingga mudah-mudahan ada fleksibilitas dari KKP agar nelayan di daerah ini bisa memanfaatkan secara optimal hasil perikanan,” sebutnya.
Maluku merupakan kawasan yang memiliki potensi laut paling besar di Indonesia, tersebar luas di tiga wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI masing-masing Laut Arafura, Laut Banda dan Laut Seram. Khusus untuk WPP 718 Laut Arafura saja, Menteri Susi mengeluarkan ijin penangkapan ikan kepada 1640 kapal yang mempunyai cek point di Pelabuhan Perikanan Pantai Dobo yang merupakan Pelabuhan Kewenangan Provinsi Maluku. Ironisnya, tidak ada ABK yang berasal dari anak Maluku karena kapal-kapal tersebut merupakan kapal dari Pulau Jawa.
Selain soal kewenangan pengurusan izin dan wilayah tangkap yang dibatasi hanya 12 mil laut untuk Provinsi Maluku, kebijakan anggaran seperti dana bagi hasil (DBH) dan alokasi DAK sektor perikanan dinilai terlalu kecil bila dibandingkan dengan triliunan rupiah yang dibawa keluar setiap tahun dari sektor perikanan. “Ini kenapa saya keras soal ini, supaya laut yang ada di Maluku juga bisa mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat,” kata Gubernur Maluku Murad Ismail. (**)