Masohi, Wartamaluku.com – Maluku Tengah (Malteng) menjadi salah satu kabupaten prioritas penanganan kasus stunting di Maluku, karena jumlah anak yang mengalami stunting di kabupaten ini terbilang cukup tinggi. Selain Malteng, dua kabupaten lain yang dalam tahun ini mendapat prioritas penanganan adalah Seram Bagian Barat dan Kepulauan Aru.
Untuk tahu 2019, sebanyak 428 balita mengalami stunting dari 11.688 balita di Malteng. “Kemarin saya kunjungi Piliana dan Mosso di Kecamatan Tehoru karena menjadi locus (lokasi) kasus stunting. Di Piliana ada 16 anak stunting dari 90 balita, sedangkan di Mosso ada 9 anak stunting dari jumlah 90 anak balita,” kata Duta Parenting Provinsi Maluku, Widya Murad Ismail, saat membuka pertemuan koordinasi terpadu dalam percepatan penurunan stunting dan gizi buruk di Kabupaten Malteng di Gedung PKK Malteng, Masohi, Rabu (20/11).
Widya mengatakan, dirinya langsung turun ke tiga kabupaten locus stunting di Maluku untuk memastikan, apakah posyandu serta puskesmas di setiap daerah locus sudah bergerak melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan dan percepatan penurunan angka stunting atau tidak. Rencananya, tahun 2020 nanti, Widya juga akan turun ke lokasi-lokasi kasus stunting lainnya yakni di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku Tenggara, dan Maluku Barat Daya.
“Posyandu balita dan anak harus terus diaktifkan. Para ibu hamil juga perlu diberikan informasi penting terkait dengan stunting. Saya juga selalu menghimbau agar masyarakat senantiasa memperhatikan sanitasi lingkungan dan gizi anak,” jelasnya.
Hanya saja, ia mengingatkan, tugas ini menjadi tanggungjawab semua pihak. Selain dinas teknis terkait, Tim Penggerak PKK di setiap kabupaten juga perlu menjadikan perang melawan stunting menjadi program kerjanya.
“Di Malteng ada sepuluh desa locus stunting, dan saya baru bisa turun di dua desa kemarin, yakni Piliana dan Mosso. Kalau bisa, Ina Parenting yang diketuai oleh Ibu Bupati, kedepan beserta ibu-ibu Tim Penggerak PKK di kabupaten ini dapat turun ke desa-desa lainnya juga,” imbuhnya.
Menurut Widya, seharusnya kasus stunting di wilayah Malteng bisa dicegah karena daerah ini subur dan memiliki kekayaan laut yang melimpah, sehingga menjadi sumber protein. “Seharusnya di daerah ini angka stuntingnya rendah, bila perlu tidak ada karena banyak sumber protein yang bisa diperoleh. Misalnya dari ikan-ikan, atau dari umbi-umbian,” sebutnya.
Dijelaskannya, stunting dapat terjadi sebagai akibat dari kekurangan gizi terutama pada saat seribu hari pertama kehidupan. Karena itu pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan pada ibu hamil, perlu mendapat perhatian.
“Stunting tidak hanya berpengaruh pada ukuran tinggi badan anak. Stunting juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan, dan status kesehatan pada saatnya dewasa. Mereka akan cenderung menderita penyakit tidak menular seperti darah tinggi, kencing manis, jantung dan lainnya. Oleh karena itu, jangan kita terlambat mendeteksi dan memperbaiki kondisi ini,” ajaknya.
Sementara itu, Bupati Malteng Tuasikal Abua mengatakan, perang melawan stunting sudah sejalan dengan komitmen pihaknya untuk terus mendukung program-program pemerintah di bidang kesehatan, terkhususnya percepatan penurunan stunting dan gizi buruk, sebagaimana tertuang dalam RPJMD Kabupaten Malteng tahun 2017-2022.
Di samping itu, lanjut Abua, pelbagai kebijakan dan program-program inovasi OPD (organisasi perangkat daerah) seperti Messe, Manggurebe Sehat, Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, dan Perdesaan Sehat, terus diarahkan untuk secepatnya dapat menurunkan prevalensi stunting dan gizi buruk di masyarakat yang tersebar di 18 kecamatan di Malteng.
“Saya berharap dengan pertemuan koordinasi ini, akan melahirkan rekomendasi dan komitmen bersama untuk mendukung tugas Duta Parenting Provinsi Maluku, untuk bersama-sama perangi stunting dan gizi buruk di seluruh Provinsi Maluku, terkhususnya di Kabupaten Malteng,” tandasnya (**)